Defisit Transaksi Berjalan Kuartal III Tinggi, BI: Tidak Melebihi 3,5%
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan defisit transaksi berjalan (perdagangan barang dan jasa) pada kuartal III 2018 lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penyebabnya, tingginya defisit perdagangan migas pada Juli dan Agustus.
"Perkiraan kami, defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 tidak akan lebih dari 3,5%," kata Perry di kantornya, Jakarta, Jumat (26/10). Namun, ia meyakini defisit transaksi berjalan mengecil di kuartal IV sehingga untuk keseluruhan 2018 defisitnya kurang dari 3% terhadap PDB. Defisit diperkirakan mereda menjadi 2,5% terhadap PDB pada 2019 mendatang.
Menurut dia, penurunan defisit pada kuartal IV seiring dengan kebijakan pengendalian imor yang dilakukan pemerintah seperti kewajiban pencampuran minyak sawit ke dalam solar sebesar 20% atau B20, kenaikan tarif impor 1.147 barang konsumsi, dan penundaan proyek infrastruktur. Indikasi penurunan sudah terlihat dari surplus neraca perdagangan barang pada September lalu.
(Baca juga: Ancaman Berkepanjangan dari Defisit Transaksi Berjalan)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang surplus sebesar US$ 230 juta pada September. Surplus tersebut antara lain diakibatkan oleh menurunnya nilai impor pada sektor migas dan nonmigas. Sebelumnya, defisit tercatat sebesar US$ 1,02 miliar sementara pada Juli sebesar US$ 2,03 miliar. Defisit Juli tersebut merupakan yang terdalam sejak Juli 2013.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara juga mengatakan defisit transaksi berjalan kuartal III lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya. Penyebabnya, net ekspor yang menurun.
Impor diperkirakan tumbuh tinggi sejalan dengan permintaan domestik, meskipun pertumbuhan impor bulanan telah menunjukkan perlambatan. Di sisi lain, ekspor mengalami penurunan karena turunnya harga komoditas andalan, yaitu batu bara dan kelapa sawit.