Gubernur BI: Cadangan Devisa Meningkat di Oktober
Bank Indonesia (BI) segera merilis data cadangan devisa per akhir Oktober 2018. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, cadangan devisa mengalami kenaikan, setelah banyak tergerus sejak Februari lalu.
“Cadangan devisa yang di bulan Oktober itu meningkat dari bulan September tapi nanti angkanya menunggu seminggu lagi,” kata dia usai menghadiri Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (1/11).
(Baca juga: Tekanan Kurs Rupiah Berlanjut, Bagaimana Kecukupan Cadangan Devisa?)
Namun, ia tidak menjelaskan faktor penyebabnya. Perry pernah mengatakan, defisit transaksi berjalan pada kuartal IV membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Namun, ia tidak memerinci seberapa positif dampaknya terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sehingga bisa menyokong cadangan devisa.
“CAD (current account deficit/defisit transaksi berjalan) untuk kuartal III di bawah 3,5% (terhadap Produk Domestik Bruto/PDB), sudah saya katakan. Untuk keseluruhan tahun (2018) di bawah 3%,” ujarnya.
(Baca juga: Ancaman Berkepanjangan dari Defisit Transaksi Berjalan)
Cadangan devisa terus tergerus sejak Februari seiring meningkatnya kebutuhan untuk stabilisasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Cadangan devisa per akhir Januari 2018 tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah yaitu US$ 131,98 miliar, namun per akhir September lalu, cadangan devisa telah berada di posisi US$ 114,85 miliar.
Di tengah risiko berlanjutnya tekanan kurs rupiah, BI memperkuat bantalan cadangan devisa dengan kerja sama bilateral terkait fasilitas pertukaran (swap) rupiah dengan valas. Informasi tersebut disampaikan Perry dalam Konferensi Pers KSSK.
(Baca juga: Sri Mulyani: Kondisi Ekonomi dan Sistem Keuangan Masih Terkendali)
Pada rangkaian pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF)-World Bank di Bali beberapa waktu lalu, BI dan otoritas moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore) menyepakati kerja sama bilateral swap and repo arrangements setara US$ 10 miliar.
Selain itu, BI dan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) juga menandatangani amandemen perjanjian kerja sama bilateral swap arrangement senilai US$ 22,76 miliar. "Sekarang BI sudah punya kerja sama swap dengan Korea, Australia, Jepang, Singapura, kami tinggal tahap akhir kerja sama dengan Tiongkok," kata dia.