Mendengar Kisah Tak Terduga Seniman dalam Pameran ICAD
Kisah Tak Terduga, demikian judul 14 karya seni dari Itjuk yang tampil dalam Indonesian Contemporary Art and Design (ICAD) pada 18 Oktober - 30 November 2018, di Jakarta. Judul ini sejalan dengan tema pameran; Kisah.
Itjuk menjelaskan bahwa judul atas belasan karyanya menggambarkan beraneka kisah di dalam perjalanan hidup. Menurut dia, nyaris seluruh pengalaman yang ada merupakan penggalan cerita yang kerap muncul sebagai kejutan alias tidak terduga.
Pemahaman itu ditampilkannya menjadi 14 karya keramik nonkonvensional. "Dengan judul Kisah Tak Terduga atas karya saya, seperti kehidupan, saya sendiri tidak tahu jadinya akan seperti apa," katanya saat ditemui Katadata.co.id, di Hotel Grandkemang Jakarta, Jumat (2/11).
Berangkat dari pengalaman mempelajari medium keramik, Itjuk mencoba mengeksplorasi bahan campuran warna glasir dengan beragam benda yang ada di sekitarnya. Sebut saja pecahan kaca, besi, baja, aluminium, tembaga, dan lain-lain.
(Baca juga: Membuka Celah Pasar untuk Karya Seniman Difabilitas)
Pria berlatar belakang pendidikan desain interior ini fokus kepada benda dengan memori personal, seperti jam tangan dan mainan. Semua itu dipanaskan dengan suhu tinggi, antara 1.250 derajat celcius sampai dengan 1.350 derajat celcius, lalu dicampur pada keramik.
Eksperimen tersebut menghasilkan bentuk-bentuk tak terduga serta warna yang sebelumnya tak terbayangkan pula. Bukan cuma itu, alur dan teksturnya juga tidak bisa diprediksi. "Ini proses ekplorasi karya yang tidak terduga maka judulnya Kisah Tak Terduga," ucap Itjuk.
Pameran ICAD melibatkan puluhan seniman secara perorangan maupun kelompok. Nama lain yang turut memajang karya, salah satunya Agus Nur Amal yang dikenal sebagai PM Toh. Karya seni buatannya menggabungkan aneka benda menjadi berbagai barang nonfungsional yang terbilang imajinatif.
Agus mendeformasi benda-benda temuannya lantas mengubah itu menjadi sebuah bentuk dengan definisi baru. Pengunjung dapat melihat potongan gagang sapu, tutup ember, sterofoam aneka warna, sobekan foto, dan lain-lain. Semua dipadupadankan menjadi bentuk tertentu.
Berbagai benda tersebut kebanyakan berasal dari properti bekas pertunjukan teater objeknya. Karya Agus dapat disebut sebagai benda nonfungsional abstrak karena sukar diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu.
(Baca juga: Sejumlah 15 Desainer Grafis Lolos Program Orbit Bekraf)
Seniman lain yang karyanya tampil pula adalah Lala Bohang. Perempuan yang juga aktif sebagai desainer kreatif dan penulis buku ini memajang seni instalasi. Bentuknya serupa bola dari gundukan bantal bersampul kain biru dengan sesosok tubuh yang hanya tampak bagian pinggang sampai kaki.
Karya yang digantung melayang tersebut menceritakan tentang ketertarikan Lala terhadap gagasan bahwa tidur merupakan momen jeda. Hal ini sejalan dengan pernyataannya, yakni tidur merupakan aktivitas diam untuk sesaat.
"Aku menjadi wujud tanpa konteks, tidak melakukan apa-apa, tidak berpikir, tidak merasa, tidak menggerakkan, mempertanyakan, dan memutuskan apa-apa. Aku bukanlah apa-apa," ujar Lala Bohang secara tertulis.
Adapun, Kurator ICAD Harry Purwanto menjelaskan bahwa pameran seni dan desain kontemporer ini merupakan yang ke-9. Ide pertama kali muncul dari para desainer. Konsep yang berkembang kemudian ialah pameran yang mengkolaborasikan antara seni dengan desain.
"Terdapat sekitar 50 seniman yang terlibat, perorangan maupun kelompok. Sekitar 40 titik karya. Medium karyanya macam-macam, ada dua dimensi, tiga dimensi, lukisan, instalasi, barang nonfungsional, produk fungsional, dan sketsa," katanya.
ICAD tahun ini berlokasi di Hotel Grandkemang, Jakarta Selatan. Penyelenggaran pameran seni ini sengaja tidak memilih lokasi yang identik dengan seni, seperti galeri maupun museum. Tujuannya, imbuh Harry, untuk memperdekat dunia seni dengan masyarakat secara luas.
(Baca juga: Seniman Turut Bertugas Memberi Pendidikan Seni kepada Publik)