Kuartal IV 2018, Arus Modal Asing Kembali ke Pasar Negara Berkembang
Arus modal asing diprediksi akan kembali masuk ke pasar obligasi maupun pasar saham negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seiring dengan meredanya tekanan di pasar finansial pada kuartal IV 2018. Indikasi ini terlihat dari pembelian bersih (net buy) investor asing di bursa saham sebesar Rp 1,3 triliun dan di pasar obligasi sebesar Rp 5,86 triliun sepanjang pekan lalu.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, arus modal asing kembali masuk karena sentimen investor terhadap negara berkembang menjadi lebih baik. Selain itu, valuasi pasar negara berkembang juga sudah murah. “Investor masih yakin akan fundamental ekonomi Indonesia yang stabil," ujar Budi dalam siaran pers, Senin (5/11).
Meski terseret sentimen negatif, Indonesia menunjukkan indikator ekonomi yang relatif kuat. Penerimaan pajak hingga September lalu tumbuh 17%. Hal ini menunjukkan pemerintah masih mampu membiayai anggaran negara secara internal. Di samping itu, data domestik seperti penjualan mobil dan motor membaik. Kredit perbankan hingga September 2018 juga tumbuh 12,6% (year on year/yoy).
Valuasi bursa saham di Indonesia dianggap murah karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah terkoreksi 7,07% sejak awal tahun (year to date/ytd). Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi rata-rata mencapai 8,29% per tahun. Berdasarkan data RTI, penurunan IHSG lebih baik dibandingkan dengan Indeks Komposit Bursa Shanghai yang longsor 20,4% maupun Indeks Strait Times Singapura yang anjlok 10,78% pada periode yang sama. “Koreksi di pasar saham yang cukup dalam membuat valuasi IHSG dan saham menjadi menarik. Investor pun mulai kembali untuk masuk ke pasar saham dan obligasi,” kata Budi.
(Baca: Kurs Rupiah Menguat Lagi ke Level Rp 14.000 Berkat Pasar Valas Berjangka)
Pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot juga menguat sebesar 1,72% ke level Rp 14.955. Penguatan rupiah ini ditopang oleh pelemahan harga minyak mentah dunia sehingga biaya impor minyak menurun. Budi mengatakan, defisit neraca minyak tetap menjadi masalah utama bagi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Untuk itu, kebijakan pemerintah yang mewajibkan B20 sebagai bahan bakar alternatif harus segera diterapkan.
Penguatan rupiah juga didukung oleh resolusi konflik dagang antara AS dan Tiongkok meskipun kesepakatan tersebut belum terealisasi. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping akan bertemu di sela-sela pertemuan para pemimpin G20 untuk membahas perang dagang di Buenos Aires, Argentina, pada akhir November 2018.
(Baca: Aksi Beli Investor Asing Bantu IHSG Ditutup Naik ke 5.831,65)