Kementerian Komunikasi Bakal Ajukan Kasasi Kasus Bolt
Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang mengakhiri perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) produsen modem Bolt, PT Internux dengan perdamaian atau homologasi. Upaya itu dilakukan lantaran ada klausul baru dalam perjanjian perdamaian yang dibuat antara Internux dan para kreditor.
Kepala Subbagian Penelaahan dan Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos Kementerian Komunikasi Fauzan Riyadhani mengatakan klausul tersebut tak ada dalam rencana perdamaian yang diberikan kepada para kreditor. Klausul itu menyatakan bahwa Kementerian harus memperpanjang dan tidak boleh mencabut izin penggunaan frekuensi. “Kami akan mengambil langkah hukum,” kata Fauzan di PN Jakarta Pusat, Rabu (14/11).
(Baca: Izin First Media dan Bolt Terancam Dicabut karena Tunggaka Frekuensi).
Menurut Fauzan, klausul tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Fauzan mengaku baru tahu pada persidangan hari ini. Padahal, rencana perdamaian atas gugatan PKPU sudah disepakati pada 30 Oktober 2018. Dia khawatir ada klausul lain di luar itu.
Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan perkara PKPU produsen modem Bolt, PT Internux berakhir dengan perdamaian atau homologasi. Dengan demikian, PT Internux terlepas dari jeratan pailit lantaran berutang Rp 4,69 triliun.
“Mengadili, menyatakan sah dan mengikat secara hukum tentang perjajian perdamaian antara PT Internux sebagai debitor dan para kreditornya,” kata Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar di PN Jakarta Pusat, Rabu (14/11).
Kohar mengatakan homologasi dicapai lantaran rencana perjanjian perdamaian telah disepakati oleh PT Internux dan para kreditornya melalui voting pada 30 Oktober 2018. Menurut Kohar, hakim pengawas telah menyampaikan kepada majelis hakim bahwa rencana perjanjian perdamaian sesuai persyaratan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Para debitor dan kreditor pun membenarkan laporan yang disampaikan oleh hakim pengawas. Alhasil, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat wajib mengabulkan rencana perdamaian tersebut. (Baca juga: Perusahaan Internet Grup Lippo Berpotensi Pailit)
Dalam proposal perdamaian, PT Internux mengategorikan enam jenis utang, yakni usaha, afiliasi, provider tower, biaya hak penggunaan frekuensi, pembiayaan, dan outsourcing. PT Internux akan membayar dengan cara mencicil porsi 5 – 15 persen dari total utang setiap tahunnya, kecuali untuk outsourcing. Bagi outsourcing, PT Internux akan membayar sesuai ketentuan perseroan.
Kecuali outsourcing, jika pembayaran cicilan utang per tahun gagal maka bisa ditangguhkan. Nilai utang itu akan digabungkan dengan pembayaran pada tanggal jatuh tempo berikutnya hingga waktu terakhir atau tahun kesepuluh.
Jika dana untuk membayar sisa utang sesuai jadwal pembayaran tidak cukup hingga waktu jatuh tempo terakhir, hal itu akan dibayarkan paling lambat pada akhir bulan ke-360 atau 30 tahun. Tidak ada denda, penalti, atau bunga atas tidak terpenuhinya pembayaran utang dalam proposal perdamaian yang telah jatuh tempo sepanjang karena pemenuhan urutan prioritas cash waterfall.
Tidak terpenuhinya pembayaran utang dalam rencana perdamaian yang telah jatuh tempo sepanjang karena pemenuhan urutan prioritas cash waterfall pun tidak dapat dinyatakan sebagai wanprestasi perseroan. “Menghukum debitor dan para kreditor menaati perjanjian tersebut,” kata Kohar.