Kementerian BUMN Pelajari Perjanjian Damai Merpati dengan Kreditur
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mempelajari detail perjanjian damai (homologasi) antara PT Merpati Nusantara Airlines dengan pihak kreditur pasca Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan homologasi tersebut. Dengan keputusan tersebut, Merpati memiliki harapan untuk bangkit dari mati surinya.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, pihaknya perlu mempelajari detail homologasi tersebut sebelum mengajukan kepada komite soal masuknya investor baru Merpati. Dia belum bisa memastikan apakah Merpati akan dipertahankan status BUMN-nya atau dilepas kepada swasta.
Aloy mengatakan, langkah untuk memprivatisasi Merpati ini perlu dikonsultasikan dulu dengan beberapa kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perhubungan. Hasilnya, akan diajukan dalam rapat komite. Setelah itu, keputusan rapat komite tersebut akan dibawa dan dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tapi, itu lagi-lagi kita harus mempelajari dulu putusan homologasinya seperti apa," kata Aloy di kantornya, Jakarta, Kamis (15/11).
Aloy mengatakan, upaya untuk menghidupkan kembali Merpati pernah dijajaki pada 2016. Kala itu, keputusan komite adalah melepas seluruh kepemilikan pemerintah di Merpati. Namun, upaya tersebut urung diajukan kepada DPR lantaran saat itu belum ada investor yang mau menyuntikan dana kepada Merpati.
(Baca: Investor Swasta Berminat Beri Modal ke Merpati)
Dalam proposal homologasi, dikabarkan Merpati telah mendapatkan investor yang mau menyuntikkan dana hingga Rp 6,4 triliun agar mereka kembali beroperasi. Maskapai BUMN yang sudah tidak beroperasi sejak Februari 2014 ini, tercatat memiliki utang mencapai Rp 10 triliun.
Seperti diketahui, Merpati memiliki utang kepada Kementerian Keuangan dengan nilai sekitar Rp 2,5 triliun. Investor Merpati meminta jaminan utang kepada Kemenkeu untuk dilepaskan agar perusahaan dapat menambah modal dalam pengembangan bisnis. Namun, Kemenkeu masih enggan untuk mengabulkan permintaan tersebut.
Aloy mengatakan, hal itu terjadi dalam persidangan sehingga dia tidak mau berkomentar banyak soal itu, termasuk soal sikap Kementerian BUMN dalam menengahi kedua pihak. "Kami menghormati putusan pengadilan," kata Aloy.
Investor Harus Kredibel
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, keputusan tidak pailitnya Merpati ini akan dikawal oleh Kementerian Keuangan. "Kalau tidak jadi pailit, ya kita mengikuti terus selanjutnya apa, restrukturisasinya seperti apa, prosesnya seperti apa, rencana bisnis ke depannya apakah robust (kuat) atau tidak," kata Hadiyanto, di Jakarta, Rabu (14/11).
Dia juga akan mengawasi investor yang ingin masuk ke Merpati. Investor tersebut harus benar-benar kredibel, memiliki uang untuk menyuntikkan modal ataupun memiliki latar belakang bergerak di industri penerbangan. Pihaknya juga akan mengawasi skema pembiayaannya untuk menyelamatkan Merpati, apakah berhasil atau tidak.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) Henry Sihotang pernah mengatakan, investor swasta yang tertarik masuk ke Merpati merupakan perusahaan swasta lokal yang bekerja sama dengan investor luar negeri untuk mendanai suntikan modal ini.
Namun, dia mengaku belum bisa memberitahukan siapa investor tersebut. Dia hanya memberi petunjuk bahwa investor swasta ini sempat menjalankan bisnis di bidang maskapai penerbangan. PT Intra Corpora Asia disebut-sebut sebagai calon investor Merpati. Perusahaan ini dimiliki oleh Kim Johanes Mulia dan pernah mengendalikan Kartika Airlines.
(Baca: GMF Berencana Kembangkan Fasilitas Perawatan Pesawat di Papua)