PLN Proyeksi Pertumbuhan Listrik Tahun Depan Meningkat Jadi 6%

Image title
27 November 2018, 17:54
Listrik
ANTARA FOTO/Jojon
Seorang penghuni rusunawa mengisi voucher isi ulang listrik di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (9/5/2017)

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)(Persero) memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik tahun 2019 akan meningkat. Salah satu penyebabnya adalah meningkatkan target pertumbuhan ekonomi. Selain itu ada pertumbuhan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter).

Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan konsumsi listrik akan mengikuti pertumbuhan ekonomi. Jadi, jika pertumbuhan ekonomi naik, konsumsi listrik juga meningkat.

Adapun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%, target pertumbuhan listrik tahun ini bisa mencapai 5,7% atau sekitar 239 terawatt hour (TWh). Hingga bulan ini, pertumbuhan konsumsi listrik baru 5,2%.

Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari target tahun ini, PLN memperkirakan pertumbuhan listrik tahun 2019 bisa mencapai 6%. "Pertumbuhan ekonomi ke depannya pasti lebih tinggi dari itu. Jadi, pertumbuhan konsumsi listrik pasti lebih dari 6% dibandingkan tahun 2018," kata dia, di Jakarta, Selasa (27/11).

Selain itu, akan ada beberapa smelter yang akan beroperasi pada tahun depan. Adapun, smelter yang sudah berkontrak dengan PLN yakni pengolahan nikel di Morowali, Sulawesi Tengah dan Kolaka, Sulawesi Tenggara. Kebutuhan listrik untuk satu unit smelter dibutuhkan sebesar 200-300 Mega Watt (MW).

Semakin banyak smelter yang beroperasi, pertumbuhan listrik naik. "Smelter itu kebutuhan listriknya sangat besar," kata dia.

PLN juga memproyeksikan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik PLN akan meningkat sekitar 8% pada tahun 2019. Penyebabnya adalah dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang akan beroperasi tahun depan.

(Baca: Kebutuhan Batu Bara PLN Tahun Depan Naik Sekitar 8%)

Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan tahun depan kebutuhan bara bara mencapai 100 juta ton. Sedangkan, tahun ini kebutuhannya 92 juta ton dan hingga Oktober 2018 serapannya baru 66 juta ton. "Tahun depan naik, karena pembangkit ada yang masuk," kata Iwan, di Jakarta, Selasa (27/1). 

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...