Tuding Media, Prabowo Gunakan Strategi 'Firehose of Falsehood'
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tengah memainkan strategi politik selang pemadam kebohongan (firehose of falsehood). Hal tersebut dilakukan Prabowo ketika menuding media massa dan wartawan berbohong, serta memanipulasi demokrasi.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan, strategi Prabowo tersebut mirip dengan strategi yang digunakan Donald Trump di Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2016 dan Jair Bolsonaro di Pilpres Brazil 2018. Strategi tersebut digunakan Prabowo agar masyarakat tak lagi mempercayai kerja-kerja media massa dan wartawan.
"Ini sebenarnya mau mengeliminasi fungsi-fungsi media," kata Karding, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Jumat (7/11). Upaya Prabowo ini digunakan untuk mengarahkan masyarakat lebih mempercayai informasi yang tersebar di media sosial. Dengan demikian, Prabowo dapat lebih mudah menyebarkan narasi-narasi politiknya.
Padahal, Karding menilai narasi politik Prabowo selama ini banyak yang tidak tepat. Dia mencontohkan, hal tersebut terjadi ketika Prabowo menyebut korupsi di Indonesia ibarat kanker stadium empat. Prabowo juga sempat membangun narasi angka kemiskinan Indonesia naik sebesar 50% selama masa kepemimpinan Jokowi.
"Membangun hoaks sebanyak-banyaknya di media sosial. Nah, itu strategi politiknya (Prabowo)," kata Karding.
Karenanya, TKN Jokowi-Ma'ruf mengaku sudah menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi strategi Prabowo tersebut. Antara lain, dengan menjawab seluruh hoaks yang tersebar di media sosial.
(Baca: Isu Pembakaran Bendera Untungkan Prabowo-Sandiaga di Media Sosial)
Konten Hoaks
Badan Intelijen Negara (BIN) pada Maret 2018 mencatat 60% konten di media sosial berisikan hoaks. Survei Polmark Indonesia yang dirilis Agustus 2018 pun menunjukkan 60,8% pemilih Indonesia pernah menemukan informasi bohong dan fitnah di media sosial.
Lebih lanjut, TKN Jokowi-Maruf bakal membangun narasi yang lebih kreatif berdasarkan data dan fakta. Strategi lainnya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk kampanye Jokowi-Ma'ruf.
Jokowi-Ma'ruf memiliki puluhan ribu akun di media sosial guna mendukung kampanye Pilpres 2019. Jumlah tersebut disokong pula oleh ratusan ribu akun calon anggota legislatif yang tergabung dalam sembilan partai politik Koalisi Indonesia Kerja. "Pasukannya harus banyak dan berorkestra," kata Karding.
Prabowo sebelumnya memprotes media massa lantaran dianggap tidak meliput Reuni 212 yang berlangsung di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, pada Minggu (2/12). Padahal, dia menilai Reuni 212 merupakan peristiwa besar karena diklaim menghadirkan 11 juta peserta.
Bahkan, lanjutnya, ada media massa yang menyebut bahwa peserta Reuni 212 hanya belasan ribu. Dia pun menuduh jika media massa yang harusnya obyektif dan bertanggung jawab saat ini menjadi bagian dari upaya memanipulasi demokrasi. "Rakyat mau dibohongi, dicuci otaknya, dengan pers yang terus terang saja banyak bohongnya daripada benarnya," kata Prabowo di Jakarta, Rabu (5/12).
Ia pun menilai media massa telah menelanjangi diri mereka di hadapan rakyat Indonesia karena melakukan hal tersebut. Ketua Umum Gerindra itu lantas menyebut jurnalis sudah tak pantas menyandang predikat profesinya karena mengkhianati tugas yang diemban.
Dia pun menyebut tak akan lagi mengakui para jurnalis yang meliputnya. Di hadapan para pendukungnya, Prabowo bahkan menyarankan mereka tak menghormati jurnalis. "Mereka hanya antek dari orang yang ingin menghancurkan Indonesia," kata dia.
(Baca: AJI: Ucapan Prabowo Soal Media Berbohong Berlebihan dan Sentimentil)