Blockchain Optimalkan Monetisasi Kekayaan Intelektual Sektor Kreatif
Pada tahun-tahun mendatang blockchain berpeluang menjadi teknologi andalan dalam aktivitas bisnis di berbagai subsektor ekonomi kreatif. Pemerintah menilai, monetisasi kekayaan intelektual karya kreatif dapat lebih optimal didukung blockchain.
Beberapa bidang ekonomi kreatif mulai menerapkan teknologi tersebut untuk menelusuri distribusi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang ada. Subsektor yang dimaksud, contohnya musik, permainan atau gim, dan kuliner.
(Baca juga: Pemerintah Dinilai Bisa Memanfaatkan Blockchain Secara Terbatas)
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sempat menggelar Blockchain Forum yang menghadirkan pelaku ekonomi kreatif lintas subsektor dan tentunya para pemain blockchain. Forum ini menghasilkan beberapa hal yang menjadi perhatian bersama.
"Fokus bersama, yaitu memberi pemahaman ke masyarakat, menghadirkan regulasi relevan, menggunakan blockchain untuk monetisasi hak cipta, dan mempertemukan pelaku usaha," kata Kepala Sub Direktorat Perancangan TIK Bekraf Menhariq Noor kepada Katadata.co.id, Rabu (12/12).
Blockchain menjalankan pencatatan historis atas perubahan dalam kepemilikan aset secara desentralisasi. Industri musik salah satu yang sedang menyempurnakan penerapan teknologi ini untuk menelusuri dan memantau distribusi HKI yang ada.
Penggunaan blockchain di subsektor musik menjadi bagian dari proyek Portamento yang diproyeksikan beroperasi mulai 2020. Sistem pencatat data musik ini diinisiasi oleh Bekraf bekerja sama dengan para pegiat industri musik.
"Pemanfaatan blockchain itu terkait penelusuran hak cipta karya-karya kreatif, seperti musik dan gim. Pencatatan data bersama melalui teknologi ini penting bagi bisnis di bidang kreatif, untuk mengoptimalkan monetisasi kekayaan intelektual," tutur Menhariq.
(Baca juga: Basis Data Tertata, Pendapatan Industri Musik Capai Rp 10 Triliun)
Direktur Fasilitasi Infrastruktur TIK Bekraf M. Neil El Himam sempat mengatakan, Portamento merupakan platform berteknologi blockchain yang akan menjadi basis data seluruh karya musik. Sistem ini mengintegrasikan beberapa sumber data musik mulai 2019.
"Kalau benar-benar mulai bisa dipakai itu pada 2020 mudah-mudahan ya. Platform pencatat data musik ini menggunakan blockchain, sehingga pencatatan data bisa realtime," ujarnya.
Proyek Portamento tak hanya membangun basis data musik tetapi juga menetapkan meta data. Hal ini bertujuan agar Indonesia memiliki komponen informasi yang seragam dan menyeluruh terkait pencipta lagu, notasi, penyanyi, hitungan pajak, dan lain-lain.
Indonesia memiliki sekitar 2 juta karya musik tetapi yang terdata baru berkisar 300.000. Pencatatan lagu dibutuhkan untuk mengetahui konsumsinya, baik oleh individu maupun pebisnis seperti pusat karaoke dan konser, sehingga perhitungan royalti lebih transparan.
Selain musik, pemanfaatan blockchain juga sedang dikembangkan di subsektor kuliner khususnya untuk pemetaan indikasi geografis kopi. Harapan pemerintah bahwa pencatatan historis yang komprehensif dapat mendongkrak nilai tambah kopi di lini bisnis hilir.
(Baca juga: Pebisnis : Blockchain Tepat untuk Pemetaan Geografis Kopi)
Indikasi geografis merupakan tanda asal daerah yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu atas suatu barang atau produk. Reputasi ini dapat dipengaruhi faktor alam, manusia, maupun kombinasi keduanya. Kini terdapat 21 indikasi geografis kopi lokal.
Wakil Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) Daroe Handojo mengatakan, kualitas kopi spesial nusantara terbilang sangat baik dibandingkan dengan varian kopi dari negara lain. Tapi, imbuhnya, terdapat aspek lain yang tak kalah penting, yakni legalitas.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan basis data menyeluruh terkait rantai produksi dan distribusi kopi sehingga jaminan mutu lebih pasti. "(Basis data) ini agar sejak dari petaninya bisa merasakan nilai tambah dari apa yang sudah mereka hasilkan," ucapnya.
Namun, Daroe mengutarakan pula bahwa indikasi geografis berpotensi menimbulkan efek negatif. "Kita bisa punya ribuan indikasi geografis kopi memanfaatkan blockchain, tapi buat apa? Karena, kalau tidak di-manage bisa menimbulkan ego sektoral," kata dia.
(Baca juga: Potret Historis Kopi Indonesia Dikemas dalam Buku)
Pada sisi lain, blockchain juga mulai diimplementasikan oleh pelaku ekonomi kreatif subsektor permainan. Platform gim direct-to-play Playgame mengaku mulai menerapkan teknologi ini untuk berbagai permainan kasual yang tersedia pada www.playgame.com.
CEO Playgame Anton Soeharyo menuturkan, terdapat 101 validator yang tersebar di dalam jaringan blockchain Playgame. Mereka berperan serupa wasit untuk memastikan pemain atau gamer tidak melakukan kecurangan.
"Masalah bagi pengembang gim adalah kecurangan. Dalam blockchain kami akan ada 101 validator tersebar agar permainan dimainkan secara transparan. Kami akan rilis teknologi ini pada kuartal pertama 2019," kata dia.
(Baca juga: Pengembang Gim Jangan Tunda Proteksi Kekayaan Intelektual)
Playgame bakal lebih banyak menjaring pengembang gim lokal. Platform ini hendak bekerja sama dengan sedikitnya 20 developer dalam negeri pada awal tahun depan. Tak ada kriteria baku bagi pengembang yang bakal diajak bekerja sama, yang pasti harus melalui proses pitching terlebih dulu.