Hambatan Nontarif Masih Jadi Kendala Ekspor ke Kawasan Eropa

Michael Reily
17 Desember 2018, 10:36
Pelabuhan ekspor
Arief Kamaludin | Katadata

Indonesia telah meneken perjanjian perdagangan ekonomi komprehensif dengan European Free Trade Association (EFTA). Meski sejumlah komoditas mendapatkan pembebasan tarif, pengusaha menyebut Indonesia masih mengadapi kendala eksor ke  ke Swiss, Liechtenstein, Norwegia, serta Islandia, khususnya pada hambatan nontarif (non-tariff barrier) .

Ketua Komite Tetap Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono mengatakan pembebasan tarif tak cukup untuk menyelesaikan kendala ekspor. "Masalah non-tariff barrier,  dengan  CEPA (kerja sama ekonomi kompeherensif) besar harapan ini akan banyak membantu," kata Handito di Jakarta, Minggu (16/12).

Salah satu sektor yang kerap mendapatkan hambatan dagang nontarif  yaitu produk minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia. Dalam EFTA, meskipun Islandia dan Norwegia memberikan akses penuh, namun tetap ada pengecualian produk sawit tujuan pakan ternak selain untuk ikan. 

(Baca: Perjanjian Dagang RI - Eropa Diteken, Ribuan Tarif Bea Masuk Dihapus)

Swiss juga telah memberikan akses pasar dan pembebasan bea masuk untuk CPO, meski disertai sejumlah syarat, seperti bea masuk sawit hanya ditujukan untuk pakan ternak, tujuan teknis, serta kepentingan re-ekspor.  Selain itu, ekspor sawit juga dibatasi dengan kuota 10.000 ton untuk stearin, kernel, dan produk sawit turunan lainnya. Kenaikan kuota  hanya disebrikan sebesar 5% setiap tahun hanya sampai tahun kelima pelaksanaan EIF.

Swiss juga akan memberikan perlakuan yang sama kepada Indonesia apabila memberikan preferensi yang lebih baik kepada negara produsen CPO lainnya di masa mendatang, termasuk Malaysia. Preferensi yang diberikan Swiss disertai syarat aspek  keberlanjutan dan transportasi dalam kontainer dengan ukuran maksimal 22 ton.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan konsumsi CPO di EFTA tak begitu besar dengan nilai di bawah US$ 50 juta per tahun, Namun, dengan terbukanya pasar Eropa menjadi pembuktian kelapa sawit Indonesia sudah diterima. "CPO yang kita ekspor pasti sustainable sehingga tidak ada alasan untuk negara Eropa lain tidak untuk menerima produk asal Indonesia," ujar Joko.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani juga mengatakan  Indonesia masih memiliki hambatan dagang ekspor produk Indonesia antara lain berupa Technical Barries to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS). Hambatan itu bisa teratasi dengan peningkatan daya saing produk Indonesia.

(Baca: Berunding 7 Tahun, RI - 4 Negara Eropa Akan Teken Perjanjian Dagang)

Karena itu, investasi bisa menjadi salah satu solusi untuk membangun kapasitas industri dalam negeri agar lebih berdaya saing agar bisa memenuhi permintaan pasar internasional. "Penting bagi pelaku usaha karena Indonesia mau mengembangkan industri manufaktur, tetapi masih ada kesenjangan sumber daya manusia antara tenaga ahli yang dibutuhkan industri dengan ketersediaannya," kata Shinta.

Dia pun berharap, Indonesia dan EFTA segera melakukan ratifikasi untuk menyesuaikan peraturan perundangan masing-masing pihak. Sebab, di antara perjanjian itu terdapat skema pengembangan kapasitas dan kerja sama di sektor promosi ekspor, pariwisata, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kakao dan kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, serta perikanan.

Tarik Investasi

Adapun kerja sama ini diharapkan bisa menarik  investasi langsung dari negara EFTA, di antaranya seperti di bidang keuangan dan perbankan (Liechtenstein dan Swiss); telekomunikasi (Norwegia); farmasi, kimia dan plastik (Islandia dan Swiss); ekstraksi pertambangan dan migas (Norwegia); energi panas bumi (Islandia); serta manufaktur dan jasa logistik (Swiss dan Norwegia).

Namun Handito Juwono menyebut pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah, khususnya dalam menciptakan peluang  untuk menarik investasi di Indonesia dan bekerja sama untuk  meningkatkan produk ekspor.

Padahal CEPA bisa menjadi  pintu masuk untuk menarik investasi asing. Dengan masuknya investasi, harapannya hal ini bisa mendorong pertumbuhan industri hingga menghasilkan barang bernilai tambah tinggi akhirnya meningkatkan ekspor industri manufaktur, melebihi ekspor berbasis komoditas. 

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...