KPK Soroti Penerimaan Pajak Reklame DKI Jakarta yang Tak Optimal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti penerimaan pajak daerah, khususnya pajak reklame di Provinsi DKI Jakarta yang kurang optimal. Saat ini, hanya 5 dari 295 tiang reklame di Jakarta yang berizin. Hal ini menyebabkan Pemprov DKI Jakarta berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 130 miliar dari pajak reklame.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, banyaknya tiang reklame yang tidak berizin berdampak pada tidak terpungutnya pajak dari reklame yang tak optimal. Potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 130 miliar itu dihitung dengan asumsi tarif minimal Rp 450 juta per tiang.
"Padahal, pajak reklame penting bagi DKI karena menyumbang 3% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah provinsi," kata Agus saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/12).
Oleh sebab itu, KPK mendorong provinsi yang dipimpin Gubernur Anies Baswedan tersebut mengembangkan sistem monitoring reklame berbasis teknologi informasi. Beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah seperti Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dapat berkoordinasi dalam merekam koordinat titik tersebut. "Untuk memperkuat pengawasan masyarakat maka data tersebut juga dibuka ke publik," kata Agus.
Pada 2018, Pemprov DKI Jakarta menggunakan Rp 38,1 triliun atau 48,7% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berasal dari pajak. Namun, angka itu disebutnya belum optimal. Agus menjelaskan, berbagai faktor membuat penarikan pajak tidak optimal seperti kepatuhan wajib pajak, penghindaran pajak, hingga belum dijadikannya kepatuhan pajak sebagai syarat izin usaha.
(Baca: Kasus Korupsi Waskita Karya, KPK Cegah 5 Orang ke Luar Negeri)
Padahal dari pendampingan yang dilakukan KPK tahun lalu, ada peningkatan potensi pajak bagi DKI sebesar Rp 4,9 triliun. Untuk mengoptimalkan pendapatan itu, KPK mendorong DKI memperbaiki sistem agar wajib pajak menyelesaikan tunggakan pajaknya saat permohonan izin. "Jika tidak, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tidak (akan) melayani permohonan izinnya," ujar Agus.
KPK mendorong pemerintah daerah menarik pendapatan daerah lebih besar agar ada perbaikan penghasilan bagi pegawai di daerah. Dengan membaiknya tunjangan dan pendapatan, diharapkan perilaku koruptif pegawai dapat ditekan. "Upayanya setiap pemda tetapkan secara konsisten," ujar dia.
PAD DKI Jakarta terus meningkat sejak 2006 hingga saat ini. Pada 2006, angka pendapatan yang diraup pemprov DKI hanya Rp 7,8 triliun. Angka itu terus melonjak hingga Rp 41,7 triliun pada 2017. Adapun pada 2018, Pemprov DKI Jakarta menargetkan PAD sebesar Rp 44,6 triliun.
(Baca: KPK Usul Kenaikan Gaji Bupati dan Wali Kota untuk Minimalkan Korupsi)