Impor BBM Setara Pertamax Melonjak 28% Selama Januari - November 2018
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut ada lonjakan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) beroktan 92 selama 11 bulan terakhir dibandingkan tahun lalu. Impor itu bukan hanya untuk BBM yang dijual Pertamina atau dikenal Pertamax, tapi seluruh badan usaha.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan impor BBM beroktan 92 selama Januari hingga November 2018, mencapai 8,5 juta kiloliter (KL). Padahal, periode yang sama tahun lalu hanya 6,6 juta KL.
Di sisi lain, impor BBM beroktan 88 atau setara Premium selama 11 bulan terakhir turun 12% menjadi 8,2 juta KL dari sebelumnya 9,4 juta KL. Penyebabnya adalah beralihnya pola konsumsi masyarakat terhadap BBM.
Menurut Arcandra, konsumen saat ini lebih memilih menggunakan BBM yang beroktan lebih tinggi daripada Premium. "Salah satunya migrasi ke Pertalite," kata Arcandra di Jakarta, Rabu (26/12).
Jika melihat ke belakang, BBM jenis Premium sebenarnya sempat mengalami kelangkaan. Bahkan ada 1.926 dari 3.445 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tidak menjual Premium di Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Namun, Presiden Joko Widodo akhirnya meminta untuk Pertamina menyediakan kembali Premium.
(Baca: Makin Langkanya Premium di Metropolitan Kami)
Di sisi lain, impor BBM menjadi salah satu faktor yang membuat defisit neraca Migas Indonesia bulan lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor migas Indonesia periode Januari-November 2018 hanya mencapai US$ 15,66 miliar sementara nilai impor migas sebesar US$ 27,81 miliar. Alhasil, neraca perdagangan migas nasional defisit US$ 12,15 miliar atau setara Rp 175 triliun dengan kurs Rp 14.400/dolar Amerika Serikat (AS).
Defisit neraca migas bulan lalu merupakan yang terbesar dalam tiga bulan terakhir. Adapun yang terbesar tercatat pada Agustus 2018, yakni mencapai US$ 1,6 miliar. Defisit neraca perdagangan periode Januari-November tahun ini melonjak 61,93% dibanding periode yang sama tahun lalu. Meningkatnya impor bahan bakar minyak yang diiringi dengan kenaikan harga minyak dunia membuat defisit neraca migas Indonesia 2018.
Alhasil, besarnya defisit neraca migas tersebut membuat total neraca perdagangan Indonesia untuk sebelas bulan pertama tahun ini mengalami defisit US$ 7,52 miliar. Padahal dalam sebelas bulan pertama tahun lalu neraca perdangan nasional mencatat surplus US$ 12,08 miliar.