Pembangunan 5 Ribu BTS di Wilayah Terluar Terganjal Masalah Biaya
Pemerintah menargetkan pembangunan 5 ribu Base Transceiver Station (BTS) di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) Indonesia hingga 2020. Menurut Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), butuh dana sekitar Rp 6 triliun untuk mencapai target tersebut.
Sementara, uang yang diterima BAKTI hanya sekitar Rp 2,5 triliun saat ini. "Itu rasanya kurang," kata Direktur Utama BAKTI Anang Latif usai diskusi bertajuk 'Merdeka Sinyal 100 Persen dan Menyongsong Industrialisasi 4.O' di Jakarta, Kamis (27/12).
Anggaran sekitar Rp 2,5 triliun itu diperoleh dari pungutan 1,25% terhadap total pendapatan perusahaan telekomunikasi sekitar Rp 200 triliun. Dana itu disebut universal service obligation (USO).
Padahal perhitungannya, untuk membangun BTS layanan 2G butuh biaya Rp 80 juta per lokasi per bulannya. Sekitar Rp 40 juta untuk membeli tiang dan listrik. Lalu, sisanya untuk transmisi satelit. "Daerah terpencil itu tidak ada pilihan lain selain pakai satelit," kata Anang. Alhasil, setidaknya butuh Rp 1 miliar per lokasi per tahun.
Sementara, masyarakat di wilayah 3T meminta agar layanannya ditingkatkan menjadi 4G. Perhitungannya, butuh Rp 180 juta per lokasi per bulan untuk membangun infrastruktur telekomunikasi kapasitas 4G. Artinya, butuh sekitar Rp 2 miliar per lokasi per tahun.
(Baca: Rampung 100%, Proyek Palapa Ring Tengah Siap Uji Coba)
Belum lagi, biaya distribusi peralatan untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T sangat besar. Perhitungan dia, butuh sekitar Rp 300 juta hingga Rp 1 miliar per lokasi untuk distribusi peralatan. "Karena ada yang harus pakai helikopter," ujarnya. Jika tidak bisa juga, harus menyewa satelit seharga Rp 960 juta per lokasi.
Maka, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan guna membangun 5 ribu BTS, BAKTI mempertimbangkan alokasi dari Biaya Penyelenggaraan (BHP) sektor telekomunikasi. Ia mencatat, selama ini Kementerian Kominfo mendapat sekitar 10% dari total pendapatan perusahaan telekomunikasi untuk BHP.
Nah, sebagian dari 10% itulah yang ingin dimanfaatkan oleh BAKTI. "Industri telekomunikasi sedang suffer, kalau dipungut pasti tidak mau. Jadi uang BHP itu saja yang kami inginkan. Tapi itu harus didiskusikan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dulu," ujar dia.
Saat ini, BAKTI sudah membangun sekitar 1 ribu dari target 5 ribu BTS hingga 2020. BTS yang sudah dibangun bisa dimanfaatkan oleh operator secara gratis. Di samping itu, Kementerian Kominfo juga membangun Palapa Ring untuk wilayah yang tidak diminati operator, namun masih bisa dijangkau.
(Baca: Lima Kebijakan jadi Utang Kominfo pada 2019)
Palapa Ring Barat sudah selesai sejak pertengahan tahun ini. "Kami sudah jualan terus (Palapa Ring). Kami juga bicara dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)," kata dia. Sementara itu, Palapa Ring Tengah sudah tuntas 100% per Desember 2018.
Adapun teknologi 2G sudah menjangkau 100% provinsi dan 90% dari total 83.218 desa di Indonesia. Sementara layanan 3G menjangkau 94% provinsi dan 70% desa. Lalu, 4G menjangkau 73% provinsi.
Kemudian, dari sekitar 22 ribu wilayah 3T, sekitar 15 ribu sudah terjangkau internet. Sedangkan yang bukan wilayah 3T, sekitar 59 ribu desa sudah terjangkau internet. Masih ada 1.200 desa di wilayah non 3T yang belum terjangkau internet.