KPK Tangkap 20 Pejabat PUPR dan Swasta Terkait Suap Proyek Air Minum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 20 orang, termasuk pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pihak swasta, dan pihak lainnya. Kasus dugaan suap ini terkait dengan proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di sejumlah daerah.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif membenarkan ada kegiatan tim pada Jumat (28/12) sore hingga malam. "Ini sebagai bagian dari proses cross check informasi masyarakat tentang terjadinya pemberian uang kepada pejabat di Kementerian PUPR," kata Laode, di Jakarta.
Menurut Laode, tim KPK juga mengamankan barang bukti awal berupa uang sebesar Rp 500 juta dan 250 ribu dolar Singapura. Selain itu, ada satu kardus uang yang sedang dihitung oleh tim KPK. "Sedang kami dalami keterkaitan dengan proyek sistem penyediaan air minum untuk tanggap bencana," ujarnya.
Selanjutnya, tim KPK perlu memeriksa secara intensif 20 orang yang telah diamankan tersebut. "Sesuai KUHAP dalam waktu maksimal 24 jam akan ditentukan status hukum perkara dan pihak-pihak yang diamankan," kata Laode.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya terkejut mendengar kabar adanya OTT sejumlah pejabat dan PPK terkait dugaan suap proyek SPAM. "Informasi yang kami dapatkan baru sebatas ada pegawai PU yang terkena OTT di bidang air minum. Siapa dan apa (kasusnya) kami belum tahu," kata Basuki dalam keterangan kepada awak media di Kementerian PUPR, Jumat (28/12) malam.
(Baca: Kasus Korupsi Waskita Karya, KPK Cegah 5 Orang ke Luar Negeri)
Ia mengatakan, di Kementerian PUPR terdapat 1.165 satuan kerja (Satker) dengan jumlah pegawai 22.000 orang. Adapun jumlah PPK mencapai 2.904 orang dan tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu ada 888 kelompok kerja (Pokja) yang terdiri atas 2.483 orang. "Satker, PPK, dan Pokja tadi sudah punya keahlian untuk pengadaan barang dan jasa," kata Basuki.
Selama ini, Kementerian PUPR mengikuti aturan yang ada dalam pengadaan barang dan jasa. Pelaksanaannya juga didampingi oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau Inspektorat Jenderal (Irjen). "Kami juga minta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampingi. Semua mekanisme itu sudah kami coba laksanakan sebaik-baiknya," ujarnya.
Namun, proses pengadaan barang dan jasa bukan hanya dilakukan oleh Kementerian PUPR tetapi juga melibatkan penyedia jasa, dalam hal ini kontraktor dan konsultan. "Sebenarnya kalau enggak ada ini (konferensi pers), Pak Irjen sudah saya tugaskan ke KPK untuk mencari tahu siapa, berapa orang, apa kejadiannya, apa masalahnya," kata Basuki.
Kementerian PUPR yakin KPK tidak sembarangan melakukan OTT. "Pasti sudah diamati lama dengan ketelitian yang tinggi. Kami serahkan prosesnya kepada KPK sambil menunggu kejelasan lebih lanjut," tuturnya.
(Baca: KPK Dalami Keterlibatan Waskita Karya dalam Kasus Pekerjaan Fiktif)