Genjot Daya Saing, JK Sebut RI Bisa Tiru Prinsip Industri Tiongkok
Wakil Menteri Jusuf Kalla mengatakan Indonesia masih berpeluang meningkatkan daya saing di tengah ketidakpastian global. Menurutnya, Indonesia dapat meniru prinsip industri Tiongkok dalam meningkatkan daya saing produk ekspor.
“Kalau bicara persaingan, ada tiga hal penting. Bisa tidak kita melakukan kualitas lebih baik, murah, dan cepat? Baru kita bisa menangkan persaingan (daya saing) itu” kata dia di Hotel Ritz-Carlton di Jakarta, Selasa (8/1).
(Baca: Prospek Perdagangan 2019: Dihantui Perang Dagang dan Tekanan Ekspor)
Tiga hal tersebut, menurut JK telah membuat produk Tiongkok unggul dan dapat menguasai pasar di beberapa negara, contohnya New Zealand.
Selain itu, situasi perang dagang juga menurutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor. Perang dagang yang terus berlangsung serta kegiatan ekspor-impor kedua negara yang terhambat akibat kondisi ini, bisa memberi celah negara lain untuk memasok produknya menggantikan produk yang diekspor oleh negara yang berseteru.
Di sisi lain, perang dagang juga memberi peluang untuk menarik investasi. Karenanya, pemerintah juga terus mendorong masuknya investasi dengan menjaga stabilitas keuangan serta meningkatkan daya saing industri. Dengan kondisi perekonomian dan keuangan yang stabil, maka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, investor maupun pengusaha untuk berinvestasi di dalam negeri.
(Baca: Tak Capai Target, Mendag Prediksi Pertumbuhan Ekspor 2018 hanya 7,5%)
Namun, ia mengakui masih ada sejumlah kekurangan untuk meningkatkan daya saing. Karena itu, menurutnya aturan perpajakan hingga kemudahan izin investasi harus diperbaiki guna meningkatkan daya saing dalam negeri.
Selain itu, ekspor yang masih mengandalkan produk-produk berbasis sumber daya alam (SDA) harus didorong dengan pemanfaatan teknologi agar bisa memberi nilai tambah. "SDA tetap jadi SDA apabila tidak ada teknologi," ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah fokus menyiapkan sumber daya manusia yang bisa meningkatkan ekspor serta tidak hanya mengandalkan komoditas berbasis SDA. Dengan begitu, ke depan dia berharap produk ekspor Indonesia dapat memiliki nilai tambah yang lebih baik.
Ketidakpastian perekonomian dunia dikatakan terus memberi memberi tekanan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya memprediksi realisasi pertumbuhan ekspor nonmigas sepanjang 2018 hanya akan mencapai 7,5%, lebih rendah dari target yang ditetapkan Kemendag sebelumnya yakni sebesar 11%.
Enggar mengatakan pihaknya mencoba realistis dengan situasi saat ini. Dia pun menyebut capaian 7,5% masih berada di atas target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 6,8%. "Saya mau realistis saja, tidak sesuai target," kata dia di Jakarta, Senin (7/1).
Enggar juga menyebut realisasi ekspor nonmigas yang diprediksi 7,5% sudah cukup baik karena telah melampaui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai syarat menggaet pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan ekspor nonmigas sepanjang Januari hingga November 2018 tumbuh sebesar 7,47% dibandingkan Januari sampai November 2017.