Aturan Kredit Pajak Luar Negeri Direvisi, Ini Rinciannya
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri. Tujuannya untuk memudahkan dan memberikan kepastian kepada wajib pajak. Selain itu, mendorong wajib pajak untuk mengklaim manfaat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
"Ini memberikan klarifikasi dan petunjuk yang lebih detail mengenai tata cara penghitungan besarnya kredit pajak luar negeri yang dapat diakui serta tata cara pelaporannya," demikian tertulis dalam siaran pers yang dirilis pada Rabu (9/1). Ketentuan tersebut mulai berlaku 31 Desember 2018 lalu.
Terdapat beberapa pokok pengaturan. Pertama, penentuan negara sumber penghasilan luar negeri. Dalam peraturan sebelumnya, ini tak diatur secara eksplisit. Dalam aturan yang baru, hal ini diatur sehingga dapat lebih memberikan kepastian hukum mengenai pengadopsian per country limitation, yaitu penghitungan besarnya kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan dilakukan per jenis penghasilan dan per negara.
(Baca: Pengamat Pajak Usulkan Penurunan Tarif PPh Badan Secara Bertahap)
Kedua, penentuan besarnya penghasilan luar negeri. Sebelumnya, ini juga tidak diatur secara eksplisit. Dalam aturan yang baru, penghasilan luar negeri yang dimasukkan dalam penghasilan kena pajak adalah penghasilan neto.
Ketiga, penentuan besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan. Sebelumnya, besarannya paling tinggi sama dengan jumlah pajak luar negeri, tapi tidak dapat melebihi jumlah tertentu dan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak.
Dalam aturan yang baru, besarannya paling rendah di antara jumlah pajak luar negeri; jumlah pajak luar negeri dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B; jumlah tertentu tetapi tidak dapat melebihi pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak.
(Baca: Masa Tahan Berakhir, BCA Yakin Dana Repatriasi Tidak Akan Kabur)
Keempat, pengaturan mengenai pengkreditan oleh suami-istri yang menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah. Sebelumnya, ini tidak diatur. Dalam aturan yang baru, kredit pajak ditentukan secara terpisah untuk masing-masing suami atau istri.
Kelima, persyaratan administratif. Sebelumnya, diatur wajib pajak menyampaikan permohonan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh dengan melampirkan laporan keuangan, laporan pajak, dan dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Dalam aturan yang baru, diatur syarat dokumen yang dibutuhkan hanya bukti pembayaran atau bukti pemotongan pajak luar negeri, dan tidak ada kewajiban untuk melampirkan dokumen tersebut dalam SPT tahunan PPh.
(Baca juga: Data Keuangan Nasabah Jadi Andalan Buat Capai Target Pajak 2019)
Keenam, pengaturan mengenai kredit pajak luar negeri atas penghasilan dari trust. Sebelumnya, ini tidak diatur. Dalam ketentuan yang baru, diatur secara spesifik di masing-masing pasal yang relevan.
Ketujuh, kredit pajak atas dividen seperti dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sebelumnya, ini tidak masuk dalam cakupan. Dalam aturan terbaru juga tidak termasuk dalam cakupan, tapi disebutkan bahwa mengikuti ketentuan dalam PMK yang mengatur khusus tentang dividen yaitu Pasal 18 ayat (2) UU Pajak Penghasilan.
Ditjen Pajak menjelaskan, sama seperti peraturan yang sebelumnya, kelebihan PPh luar negeri yang tidak dapat dikreditkan tidak diperkenankan untuk diperhitungkan sebagai pengurang pajak terutang, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.