Potensi Kenaikan IHSG Berdasarkan Prediksi Morgan Stanley dan Analis

Happy Fajrian
9 Januari 2019, 10:39
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Presiden Joko Widodo (dua dari kanan) secara resmi melakukan penutupan perdagangan pasar modal seiring berakhirnya 2018 di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan (28/12). Penutupan tersebut dihadiri Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Ketua OJK Wimboh Santoso, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Wakil Ketua DK OJK Nurhaida dan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi.

Morgan Stanley meyakini pasar saham Indonesia tahun ini akan memasuki periode bullish (naik). Berdasarkan indeks MSCI (Morgan Stanley Capital International), Indonesia tiga bulan terakhir yang mengungguli indeks Asia tidak termasuk Jepang (AxJ) dan emerging markets (EM) atau pasar negara berkembang lainnya.

Morgan Stanley memperkirakan, indeks harga saham gabungan (IHSG) tahun ini berpeluang naik hingga 9%, dengan empat saham yang dapat dijadikan pilihan investasi di antaranya saham PT Astra International Tbk. (ASII), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS), dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM).

Kepala riset ekonomi Danareksa Research Institute dan panel ahli Katadata Insight Center (KIC), Damhuri Nasution mengatakan, sejak November tahun lalu sudah ada beberapa institusi asing yang memberikan penilaian overweight atau bullish terhadap pasar modal Indonesia.

"Penilaian ini mereka berikan menyusul adanya optimisme terhadap perundingan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, harga minyak yang turun dan kinerja ekonomi Indonesia yang masih relatif bagus dengan kondisi fiskal yang sehat," jelas Damhuri kepada Katadata.co.id, Selasa (8/1).

(Baca: Proyeksi Bursa Saham 2019: IHSG Berpotensi Tembus 7.000)

Menurutnya, peluang untuk pasar saham Indonesia untuk bullish dan bearish (turun) tetap ada. Peluang bullish akan besar ketika optimisme seputar perang dagang AS-Tiongkok menjadi kenyataan ditambah dengan rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed, Fed Fund Rate (FFR) yang tidak seagresif tahun lalu.

Namun optimisme tersebut bisa saja sirna karena hasil perundingan dagang AS-Tiongkok masih belum bisa ditebak arahnya. Jika perundingan AS-Tiongkok tidak berjalan mulus, perang dagang antara keduanya akan berlanjut yang akan meningkatkan volatilitas di pasar. Di samping itu, Damhuri menambahkan, isu Brexit yang masih belum jelas arahnya membuat peluang volatilitas pasar masih cukup besar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...