Subsidi untuk Industri Kreatif Nasional Belum Sebesar Korsel
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan, subsidi kepada pelaku bisnis kreatif terus bergulir salah satunya melalui bantuan untuk pengembangan infrastruktur. Tapi dibandingkan dengan insentif di negara lain, seperti Korea Selatan, materi yang dialokasikan pemerintah masih kurang.
Wakil Kepala Bekraf Ricky J. Pesik mengatakan, untuk merumuskan kebijakan yang tepat bagi pelaku bisnis kreatif perlu mencari rujukan dari negara lain yang terbukti sukses mengakselerasi perkembangan sektor ini, seperti Korea Selatan (Korsel).
"Walau kalau dibandingkan Korsel, kita belum sebanding dalam memberi subsidi. Karena masalah jumlah anggaran dan berbagai ketentuan penyaluran APBN ke publik," tuturnya kepada Katadata.co.id, Kamis (10/1). (Baca juga: Industri Kreatif Butuh Insentif Pajak Sesuai Karakter Bisnisnya)
Korsel dapat menjadi benchmark bagi arah pengembangan ekonomi kreatif Indonesia. Negeri Gingseng mulai memacu pertumbuhan sektor kreatifnya pada 1994. Kim Young-sam yang menjabat sebagai presiden saat itu menyatakan siap bersaing secara global di bidang ekonomi baru.
Pada 2001, Presiden Korsel Kim Dae-jung memasukkan sektor pariwisata modern sebagai bagian dari kekuatan ekonomi baru, ini merupakan elaborasi gagasan Young-sam. Budaya Korea (K-Pop) lantas dikapitalisasi melalui berbagai aktivitas bisnis kreatif dan wisata.
Pemerintah Korsel menyediakan anggaran khusus untuk menunjang perkembangan K-Pop. Pada 2000 silam nilainya berkisar US$ 900 juta dan terus meningkat hingga menyentuh US$ 7,5 miliar pada dua tahun lalu.
"Benchmark (Korsel) bisa saja. Insentif dari pemerintah, kalau yang di dalam wilayah kerja Bekraf, subsidi bisa ditemukan dalam berbagai bentuk bantuan langsung ke pelaku bisnis kreatif," tutur Ricky. (Baca juga: Realisasi Bantuan Pemerintah untuk Ekonomi Kreatif Turun 7,7%)
Bekraf menyalurkan bantuan pemerintah (banper) kepada pelaku ekonomi kreatif tidak dalam bentuk uang tunai. Penyaluran anggaran melalui program ini dikelola Deputi Infrastruktur.
Banper berwujud barang dan bersifat stimulan. Tiga kategori bantuan yang ada, yaitu fasilitas revitalisasi infrastruktur fisik berupa bangunan maupun area, sarana ruang kreatif, serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pada 2018, bantuan revitalisasi infrastruktur fisik terealisasi Rp 13 miliar untuk sebelas penerima. Bantuan sarana senilai Rp 14 miliar kepada 25 penerima. Sementara sarana TIK, banper yang disalurkan mencapai Rp 14 miliar kepada 18 penerima.
"Kalau bicara kebutuhan insentif untuk pelaku ekraf (ekonomi kreatif) cukup kompleks. Ini mengingat setiap subsektor dan setiap skala usaha memiliki kebutuhan yang cukup berbeda," ujar Ricky.
(Baca juga: SDM Terkait Empat Subsektor Kreatif Ini Mulai Disertifikasi)
Bentuk dukungan lainnya terkait dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Hal ini tertuang dalam draf Undang-undang Ekonomi Kreatif yang ditargetkan terbit tahun ini. Pasal 18 menyebutkan, pelaku ekonomi kreatif wajib memenuhi standar kompetensi tergantung kepada persyaratan subsektor melalui sertifikasi profesi.