Disebut Bisa Jadi Sumber Krisis, BI: Tekfin Bisa Dorong Perekonomian
Bank sentral Amerika Serikat (AS), the US Federal Reserve (the Fed), mengkhawatirkan keberadaan teknologi finansial (tekfin) dapat berpotensi menjadi sumber krisis keuangan berikutnya. Namun, Bank Indonesia (BI) memiliki pandangan berbeda, sebab BI menilai keberadaan tekfin diperlukan dalam perekonomian.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng mengatakan, tekfin diperlukan lantaran dapat mendorong lahirnya ide-ide baru. "Sehingga pada dasarnya dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan menjadi sumber pertumbuhan ke depan," kata dia dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI di kantornya, Jakarta, Kamis (17/1).
Namun, BI juga menyadari perlunya inovasi maupun kewaspadaan dalam menghadapi risiko siber. Pengembangan inovasi tekfin juga tengah menjadi perhatian BI agar tidak membahayakan sistem keuangan. "Jangan sampai (tekfin) berkembang luas dan teralu cepat, tapi mengandung risiko ketidakstabilan pada sistem keuangan," ujarnya.
(Baca: Dorong Fintech Jangkau Wilayah Terluar, Rudiantara Janjikan Subsidi)
Adapun, BI telah mengeluarkan aturan dalam Peraturan BI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Dalam aturan tersebut, setiap pelaku tekfin harus melakukan pendaftaran di BI. Selain itu, BI menyelenggarakan regulatory sandbox atau ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji tekfin.
Sugeng pun mengatakan, BI mendorong pentingnya inovasi tekfin dalam mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memanfaatkan jalur distribusi elektronik (e-commerce) dalam memasarkan produknya. Tahun lalu, BI juga mengembangkan desa digital di beberapa daerah, seperti Jambi, Sumatera Selatan, Jogja, Kalimantan Barat, dan Bali untuk menciptakan ekosistem perekonomian digital.
Sementara tahun ini, BI memperluas model bisnis tekfin ke sektor pariwisata, dan mendorong ekspor. "Itu tekfin yang bisa mendorong ketahanan pangan dan juga dorong pariwisata," kata dia.
(Baca: Pelaku Industri Sambut Rencana Subsidi Fintech di Daerah Terpencil)
Presiden the Fed kota St Louis, Missouri, James Bullard mengkhawatirkan keberadaan tekfin yang ingin melakukan ekspansi ke layanan sistem pembayaran, penyelesaian jasa keuangan (settlement services) lainnya, sedangkan mereka tidak mendapatkan pengaturan seketat industri perbankan.
"Mereka (tekfin) menginginkan akses ke dalam sistem pembayaran, tapi mereka tidak mau diatur oleh regulasi yang mengatur akses sistem pembayaran tersebut. Saya khawatir tekfin akan menjadi sumber krisis berikutnya," kata James, seperti dikutip dari Reuters.
Pasalnya, the Fed menilai, tekfin tidak memiliki sistem manajemen risiko dan perlindungan konsumen yang kuat seperti yang dimiliki oleh industri perbankan. Oleh karena itu the Fed masih menimbang-nimbang untuk mengizinkan tekfin masuk ke dalam sistem pembayaran dan penyelesaian jasa keuangan.
Perusahaan teknologi seperti PayPal dan LendingClub Corp yang memberikan layanan pinjaman berbasis peer to peer, telah memberikan layanan jasa keuangan yang lebih murah dan mudah dibandingkan layanan serupa dari perbankan. Kantor Pengawas Keuangan Mata Uang AS menilai keduanya dapat memperluas akses layanan keuangan ke wilayah yang minim akses layanan keuangan dan memberikan pinjaman mikro, yang berbiaya tinggi jika dilakukan oleh perbankan.
Namun, perusahaan teknolgi menyatakan tidak berniat untuk melakukan ekspansi tersebut jika regulator tidak memberikan akses ke dalam sistem pembayaran dan penyelesaian jasa keuangan. Sehingga, mereka tidak bergantung terhadap layanan perbankan untuk arus dana mereka.
(Baca: The Fed Antisipasi Potensi Fintech sebagai Sumber Krisis)