Kemendag Jawab Kritik Soal Kebijakan Wajib Asuransi dan Angkutan Laut
Kementerian Perdagangan menjawab kritik yang disampaikan sejumlah pihak terkait kebijakan wajib asuransi laut dan angkutan laut nasional. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80 Tahun 2017 dan Permendag Nomor 82 Tahun 2018 dinilai berpotensi menghambat perdagangan jasa angkutan laut asing serta komitmen Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan internasional.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan implementasi asuransi nasional berlaku pada 1 Februari 2019 diawali dengan proyek percobaan. Sedangkan, aturan angkutan laut nasional baru akan diimplementasikan pada 1 Mei 2020, sebab saat ini masih dalam tahap penyusunan petunjuk teknis.
Kebijakan ini nantinya mewajibkan penggunaan kapal dan asuransi nasional dalam ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) serta impor pengadaan barang pemerintah.
“Kegiatan asuransi akan mencakup ekspor untuk batubara dan sawit (CPO),
serta impor untuk beras dan pengadaan barang Pemerintah. Sedangkan, pelaksanaan angkutan laut nasional juga difokuskan pada kegiatan ekspor dan impor produk tersebut,” kata Oke dalam keterangan resmi, Senin (21/1).
(Baca: Mendag Lobi Pengusaha AS untuk Pertahankan Pemberian Insentif Tarif)
Namun kebijakan tersebut menuai beragam reaksi dari sejumlah pihak, seperti Consultative Shipping Group (CSG), yaitu Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen selaku Ketua CSG. Kemudian, Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Jari Sinkari, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale juga ikut menyuarakan keberatan mereka.
Perwakilan kedutaan negara yang tergabung dalam CSG, seperti Spanyol, Selandia Baru, Jepang, dan Komisi Uni Eropa selaku observer pada CSG juga ikut serta dalam pertemuan dengan Kementerian Perdagangan. CSG menyampaikan mengenai fokus mereka terhadap potensi hambatan perdagangan jasa angkutan laut asing di Indonesia serta dampak kebijakan itu terhadap komitmen perjanjian perdagangan internasional dan bilateral serta kepatuhan Indonesia pada ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan GATS WTO terkait dengan Permendag No. 82 Tahun 2017.
Selain itu, CSG juga menurutnya turut mempertanyakan kapasitas Indonesia dalam industri dan perdagangan yang berkaitan dengan jasa angkutan laut asing di Indonesia serta strategi Indonesia menjaga ketersediaan pasokan produk ekspor dan impor di pasar global.
(Baca: Dua Fokus Kebijakan Ekspor untuk Tekan Defisit Neraca Dagang)
"Indonesia memahami beberapa kekhawatiran CSG. Tapi kami menenkankan
Indonesia tidak akan menghambat, serta terbuka bagi perusahaan-perusahaan asuransi dan angkatan laut yang ingin berinvestasi dan berkolaborasi dengan perusahaan lokal," ujar Oke.
Dia pun menegaskan penetapan kebijakan asuransi dan angkutan laut nasional dilakukan pemerintah Indonesia atas beberapa pertimbangan, seperti kondisi perekonomian global yang sulit serta defisit neraca perdagangan Indonesia pada sektor jasa. “Kegiatan logistik di Indonesia telah mencapai sebesar Rp2.400 triliun, tetapi perdagangan dan industri sektor transportasi laut maupun asuransi Indonesia hanya memegang porsi kurang dari 1%,” ujarnya.
Karena itu, Indonesia akan fokus pada peningkatan kapasitas dalam menjalankan bisnis dan industri angkutan laut dan asuransi. Pemerintah juga berkomitmen menjaga kegiatan ekspor dan tidak terjadinya kenaikan harga di sektor logistik.
Setelah menggelar pertemuan dan mendengar pemaparan pemerintah, para duta besar itu pun disebut menyambut positif informasi yang disampaikan pemerintah. CSG juga menyatakan siap berkolaborasi dan membantu Indonesia dalam membangun pemahaman untuk implementasi angkutan laut di Indonesia.
Perwakilan Komisi Uni Eropa di Jakarta juga mengundang Kementerian Perdagangan untuk mengikuti Working Group Trade and Investment (WGTI) Indonesia-Uni Eropa yang akan berlangsung di Brussel pada 30−31 Januari 2019 di Brussels, dalam kerangka peningkatan perdagangan dan investasi Indonesia dan Uni Eropa.