Indonesia Akan Mulai Perundingan Perjanjian Dagang dengan Maroko
Indonesia dan Maroko sepakat untuk meningkatkan perdagangan melalui forum joint trade commission (JTC) dan segera memulai perundingan Preferential Trade Agreement (PTA) pada awal April mendatang. Kedua kesepakatan dilakukan berdasarkan hasil pertemuan teknis kedua negara yang digelar di Jakarta, Selasa (22/1).
Pada pertemuan, delegasi Indonesia dipimpin Direktur Perundingan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini dan Delegasi Maroko dipimpin Peneliti Senior Kawasan Asia dan Amerika, Kementerian Industri, Investasi, Perdagangan, dan Ekonomi Digital (IPIED) Asmaa Mkhentar.
“Indonesia dan Maroko telah menentukan langkah-langkah untuk memulai pertemuan pertama JTC dan PTA yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir Maret atau awal April 2019 di Jakarta,” ujar Made, dalam keterangan resmi, Rabu (23/1).
(Baca: Kemendag Kejar Target Penandatanganan 12 Perjanjian Dagang)
Dia mengungkapkan, kedua negara telah menyepakati kerangka acuan (TOR) untuk meluncurkan pertemuan JTC. Nantinya, pertemuan itu tidak hanya membahas isu-isu hambatan perdagangan, tetapi juga mendukung negosiasi PTA.
Kedua pihak juga akan membahas upaya peningkatan interaksi bisnis antarsektor swasta. Dari hasil pembahasan tersebut, pemerintah akan mengidentifikasi produk yang berpotensi dalam transaksi dagang dalam perjanjian.
Made menyebutkan perundingan PTA dengan Maroko memiliki perbedaan karena pertemuan antarpemerintah dan antarswasta dilakukan secara paralel. “Kami akan mendiskusikan daftar produk yang akan dinegosiasikan untuk mendapatkan penurunan tarif atau potensi kerja sama investasi,” ujarnya.
Menurut Made, kedua negara telah mengidentifikasi sektor dan produk potensial untuk ditingkatkan. Beberapa produk Indonesia itu di antaranya komponen otomotif, produk kulit, tekstil, rempah-rempah, makanan dan minuman, furnitur, kelapa sawit, kertas, kopi, dan produk perikanan.
(Baca: Indonesia dan Ekuador Rintis Perjanjian Perdagangan)
Sedangkan pada pertemuan antarpengusaha, Maroko juga menyampaikan keinginannya untuk menjajaki kerja sama di sektor kelapa sawit, kopi, tekstil, karet dan ban, agro industri, farmasi, dan minyak zaitun.
Maroko merupakan pasar ekspor nontradisional Indonesia yang menjadi hub ke pasar Afrika dan Eropa. Pada 2017 Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar US$ 17,1 juta terhadap Maroko.
Adapun total perdagangan kedua negara pada tahun 2017 mencapai US$ 154,8 juta dengan ekspor sebesar US$ 86 juta sedangkan impornya sebesar US$ 68,8 juta.
Produk ekspor Indonesia yang dipasarkan ke Maroko di antaranya adalah kopi (US$ 23,5 juta); benang serat stapel tiruan (US$ 9,0 juta); benang serat stapel sintetik (US$ 7,5 juta); minyak kelapa sawit dan fraksinya, baik yang dimurnikan maupun tidak (US$ 7,1 juta); dan senyawa amino oksigen (US$ 4,6 juta).
Sementara impor Indonesia dari Maroko adalah kalsium fosfat alami (US$ 42,4 juta); setelan jaket untuk wanita (US$ 6,2 juta); blus dan kemeja wanita (US$ 4,4 juta); pupuk mineral atau kimia (US$ 3,7 juta); pakaian olahraga, pakaian ski, dan pakaian renang (US$ 1,4 juta).