Industri Hulu Migas Dapat Kemudahan Pembebasan Lahan
Pemerintah akan mempermudah pembebasan lahan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Ini untuk meningkatkan eksplorasi sehingga bisa berdampak pada ketahanan energi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan akan ada payung hukum berupa Peraturan Presiden yang mengatur diskresi bagi pelaku industri hulu migas yang akan melakukan pembebasan lahan. “Diskresinya bahwa migas adalah kepentingan publik, kepentingan umum, di mana saja mereka perlu, lapor kepada kami,” kata dia di Jakarta, Senin (28/1).
Sebelum aturan itu terbit, ada penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Kementerian Agraria dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Dengan kerja sama ini, harapannya eksplorasi semakin cepat sehingga investasi migas makin bergairah.
Meningkatnya eksplorasi harapannya bisa menekan angka impor. Apalagi produksi minyak bumi sekitar 800 ribu barel per hari (bph). Di sisi lain, kebutuhannya satu juta lebih. “Selama ini perusahaan migas seperti Chevron di Riau itu sulit mengebor satu sumur saja ,proses mengurus tanahnya pusing tujuh keliling," ujar Sofyan di Jakarta, Senin (28/1).
Menurut Sofyan, selama ini pembebahasan lahan yang dilakukan SKK Migas atau kontraktor bersifat bisnis (b to b), akibatnya lama mencapai kesepakatan karena pemilik tanah kerap tidak setuju. Kini, pembebasan lahan menjadi mudah karena kegiatan migas masuk dalam kepentingan umum.
Kementerian ATR/BPN akan memanggil tim penilai independen untuk menilai berapa biaya tanah sebagai pembayaran ganti rugi atas pembebasan lahan kepada pemilik lahan. Bagi yang tidak bersedia akan ada konsinyasi. Sistem konsinyasi adalah menitipkan ganti rugi pembebasan lahan di pengadilan. Tanah yang dibebaskan oleh SKK Migas atau kontraktor migas statusnya akan terdaftar sebagai aset milik negara.
Di tempat yang sama, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas Didik S. Setyadi mengatakan dengan adanya kerjasama tersebut, berharap kegiatan pembebasan lahan bisa semakin cepat. "Sekarang Kementerian ATR/BPN memberikan kebijakan sertifikat tanah rakyat, itu akan memudahkan kami, karena akan ketahuan siapa pemiliknya," ujar dia.
Untuk lahan yang masuk dalam kawasan hutan, menurut Didik tanah tersebut tidak bisa dibeli. SKK Migas atau kontraktor akan meminta izin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dilakukan proses izin pinjam kawasan hutan.
(Baca: Terbentur UU, SKK Migas Tak Bisa Bebaskan Lahan Demi Kontraktor)
Mengacu data SKK Migas, setiap tahunnya SKK Migas melakukan lebih dari 200 pengadaan tanah skala kecil. Pada tahun 2019 ini, SKK Migas sedang melakukan 13 pengadaan tanah skala besar dimana tanah tersebut sangat dibutuhkan untuk kegiatan pengeboran dan membangun fasilitas produksi migas. Beberapa di antara proyek tersebut merupakan Proyek Strategis Nasional.