IHSG Terkoreksi 0,34% Dipicu Kekhawatiran Eskalasi Perang Dagang

Happy Fajrian
29 Januari 2019, 20:07
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA

Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini dengan koreksi sebesar 0,34% ke level 6.436,48. Kinerja IHSG senada dengan bursa saham Asia yang mayoritas berakhir di zona merah.

Hanya ada dua bursa Asia yang mencatatkan kinerja positif hari ini yaitu indeks Nikkei yang naik tipis 0,08% dan Kospi yang naik 0,28%. Sementara Strait Times turun 0,37%, Hang Seng turun 0,10%, Shanghai turun 0,10%, PSEi turun 0,04%, dan KLCI turun 0,42%.

Transaksi saham di BEI hari ini tercatat mencapai Rp 9,69 triliun, sedangkan volume saham yang diperdagangkan sebanyak 11,67 miliar saham yang ditransaksikan sebanyak 435.471 kali oleh investor.

Kinerja indeks yang terkoreksi dimanfaatkan oleh investor asing untuk kembali mengoleksi saham. Pembelian bersih saham oleh investor asing hari ini mencapai Rp 607,01 miliar yang Rp 441,78 miliar dilakukan di pasar negosiasi dan pasar tunai.

Tiga besar saham yang paling banyak dikoleksi investor asing hari ini di antaranya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dengan pembelian bersih Rp 203,7 miliar, PT Bank Central Asia Tbk Rp 158,7 miliar, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) Rp 150,6 miliar.

(Baca: Komite Stabilitas Antisipasi Risiko Ketidakpastian Ekonomi Dunia)

Kinerja negatif IHSG ditandai oleh kinerja delapan indeks sektoral yang memerah. Namun dua sektor berkontribusi besar menarik turun indeks hari ini yaitu sektor pertanian yang terkoreksi 0,88%, dan keuangan yang turun 0,48%. Hanya sektor infrastruktur dan aneka industri yang berkinerja positif hari ini. Infrastruktur naik 0,63%, dan aneka industri naik 0,18%.

Kompaknya kinerja IHSG dan bursa Asia di zona merah hari ini dipicu kekhawatiran investor terkait perkembangan negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang akan berlangsung besok 30-31 Januari di Washington DC, AS.

Kekhawatiran investor terkait perkembangan terbaru kasus Huawei yang mulai masuk ke ranah hukum. AS melalui Department of Justice-nya melayangkan tuntutan resmi kepada Huawei dan beberapa anak perusahaannya yang diduga telah melanggar larangan ekspor ke Iran, serta dugaan pencurian kekayaan intelektual perusahaan teknologi asal AS.

AS juga tengah melakukan upaya ekstradisi petinggi Huawei, Meng Wanzhou, ke AS, yang saat ini menjadi tahanan rumah di Kanada, untuk menghadapi tuntutan hukum tersebut.

(Baca: Kisruh Huawei Memanas, IHSG dan Bursa Asia Kompak Terkoreksi)

Investor menilai perkembangan kasus Huawei yang sudah masuk ke tuntutan hukum berpotensi membuat proses negosiasi AS-Tiongkok menjadi sulit, terlepas dari keinginan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan demi mengakhiri perang tarif. Jika negosiasi tersebut gagal mencapai kesepakatan, AS telah menyiapkan kenaikan tarif sebesar 25% terhadap impor Tiongkok ke pasar AS senilai US$ 200 miliar.

Padahal, perekonomian kedua negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia tersebut telah terkena dampak perang dagang. Pada 2018 Tiongkok mencatatkan pertumbuhan ekonomi terendahnya sejak tahun 1990 yaitu sebesar 6,6%. Sedangkan sejumlah data ekonomi AS juga telah menunjukkan pelemahan.

Dampak tersebut juga dirasakan seluruh dunia dengan International Monetary Fund (IMF) merevisi kebawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Sehingga semakin memicu kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

(Baca: IHSG Lanjutkan Tren Positif di Pekan Keempat, Dana Asing Melambat)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...