Pelaku Pasar Tak Khawatir Tahun Politik Berdampak Negatif

Ameidyo Daud Nasution
1 Februari 2019, 07:09
Diskusi Panel Indonesia Economic Day 2019
KATADATA/AJENG DINAR ULFIANA
Dari kiri ke kanan: Ekonom DBS Gundy Cahyadi, Head of Danareksa Research Institute Damhuri Nasution, VP Head of Market Intelligence & Investment Specialist Team Bank DBS Indonesia Markus Erik Argasetya, GM Dana Pensiun Lembaga Keuangan BNI Saktimaya Murti, dan Chief Economist and Investment Strategist Manulife Asset Management Indonesia Katarina Setiawan dalam diskusi panel di Indonesia Economic Day 2019, di Jakarta, Kamis (31/1).

Para pelaku di industri keuangan menilai tahun politik tidak akan berdampak negatif terhadap pasar keuangan Indonesia. Secara historis, pasar tidak pernah merespons kondisi politik RI terlalu lama.

Head of Danareksa Research Institute dan Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC) Damhuri Nasution mencontohkan, pada 2004 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat turun sebelum naik kembali usai pemilihan presiden. Hal yang sama juga terjadi pada kontestasi politik 2009. "Bukan itu yang diperhitungkan (pasar) walau sedikit waswas," kata Damhuri dalam Indonesia Economic Day 2019 yang diselenggarakan DBS dan Katadata di Jakarta, Kamis (31/1).

Damhuri mengatakan, perang dagang Tiongkok-Amerika Serikat (AS) masih menjadi ancaman bagi kondisi ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Dia menyoroti potensi buntunya pembicaraan kedua negara untuk mengatasi perang ini. Jika hal ini berlanjut, volume perdagangan dan ekspor dunia dapat turun. "Setiap isu itu muncul, IHSG goyah," kata Damhuri.

Bukan saja perang dagang, Vice President Head of Market Intelligence & Investment Specialist Team Bank DBS Indonesia Markus Erik Argasetya juga menyoroti risiko perlambatan ekonomi Tiongkok yang dapat berdampak global. Apalagi Negeri Panda tersebut mulai bergeser status dari negara berkembang menjadi negara maju yang relatif stabil.  "Kalau dilihat 10-20 tahun lalu mereka masih masuk emerging market (sehingga pertumbuhan ekonomi signifikan)," katanya.

(Baca: Efek Bunga Acuan The Fed dan Aura Damai AS-Tiongkok, IHSG Naik 1,06%)

Chief Economist and Investment Strategist Manulife Asset Management Indonesia Katarina Setiawan, juga menjelaskan risiko lain, yakni adanya prediksi resesi yang mengancam AS. Negara adidaya tersebut juga akan menghadapi tahun politik pada 2020. "Karena 25% investor (keuangan) prediksi resesi walaupun mayoritas belum," kata dia.

Namun, mereka sepakat tahun ini diprediksi menjadi tahun yang lebih baik bagi kondisi pasar keuangan Indonesia. Tekanan yang terjadi setelah kenaikan tingkat suku bunga bank sentral AS mulai mereda. Selain itu, harga minyak dunia berangsur turun. Hal-hal seperti ini membuat pasar negara berkembang kembali atraktif.
"Sudah terlihat sejak Oktober tahun lalu aliran dana masuk," ujar dia.

Salah satu yang akan menarik untuk investasi tahun ini adalah investasi di pasar modal seperti saham. Katarina mengatakan, bursa saham akan menarik bagi investor asing seiring kepemilikan asing yang masih rendah. Sementara, Erik mengatakan likuiditas tinggi ketika tahun pemilu akan membantu beberapa sektor riil. "Kalau saya, akan alokasi 70 hingga 80% di pasar saham," katanya.

General Manager Dana Pensiun Lembaga Keuangan BNI, Saktimaya Murti juga optimistis investasi dana pensiun dapat lebih meningkat lagi. Meski demikian ia berharap generasi milenial dapat memahami investasi dana pensiun sedari dini. "Karena valuasi kami (dana pensiun) mungkin hanya Rp 300 triliun, asuransi bisa Rp 500 triliun," ujar dia.

(Baca: Strategi Sri Mulyani Dongkrak Pertumbuhan di Tengah Ketidakpastian)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...