Perlambat Laju Impor, Industri Baja Domestik Diminta Genjot Produksi

Michael Reily
1 Februari 2019, 12:19
Baja Krakatau Steel
Agung Samosir|Katadata

Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penyebab defisit neraca perdagangan Indonesia selama 2018. Besi dan baja serta benda-benda dari besi dan baja menempati nilai impor terbanyak masing-masing urutan ketiga dan ketujuh dari keseluruhan komoditas impor nonmigas.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan perang dagang menyebabkan impor besi dan baja Tiongkok meningkat pesat ke Indonesia dengan kenaikan sebesar 59,7% pada  2018 sekaligus mencatat rekor impor tertinggi di dunia. "Hasil besi dan baja industri produktif Tiongkok paling banyak dialihkan ke Indonesia," kata Enggar di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (31/1).

Selain perang dagang, Tiongkok juga terus memperbesar pemasaran dengan pembebasan bea keluar untuk besi dan baja. Tingginya impor besi dan baja Tiongkok membuat industri hulu dan menengah khawatir karena produk dalam negeri kalah bersaing.

Di satu sisi, pembatasan impor bisa mengancam pertumbuhan dan produksi industri hilir yang menggunakan besi dan baja sebagai bahan baku. Meski demikian, Kementerian Perdagangan juga mencari celah untuk sedikit mengerem laju impor supaya keputusan tersebut tidak menjadi sengketa di World Trade Organization (WTO).

(Baca: Terdorong Permintaan, Ekspor Baja Nirkarat Naik Tiga Kali Lipat)

Guna mengetahui lebih lanjut mengenai kondisi industri dan perdagangan sektor besi dan baja, pemerintah pun mengadakan pertemuan pelaku usaha dari industri besi baja hulu sampai hilir.  Tercatat ada sekitar 6 perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan atau hulu, ratusan importir, serta beberapa pengusaha di sektor hilir hadir mencari jalan keluar dan menguntungkan semua pihak.

"Tanggung jawab kepada bangsa dari kacamata ekonomi, pasar dalam negeri harus kita lindungi di hulu tetapi tidak boleh mematikan industri hilir karena menyangkut tenaga kerja," ujarnya.

Enggar mengatakan, salah satu komoditas besi baja yang ditahan izinnya adalah impor boron karena produk dalam negeri sudah mencukupi untuk industri hilir. Komoditas besi dan baja lain juga juga mulai diperketat izinnya, kecuali untuk kebutuhan yang telah terverifikasi.

Kebijakan lain untuk menahan impor juga dengan memindahkan area pemeriksaan dekat Pusat Logistik Berikat (PLB) di daerah Marunda, dekat jalur laut. Setelah besi dan baja masuk ke Indonesia, pemerintah segera memverifikasi ulang untuk keluar dari PLB. 

Namun selain upaya pengendalian, Enggar juga menekankan, produsen besi dan baja di sektor hulu selain harus bisa memenuhi kebutuhan industri hilir, harganya pun harus bersaing. Begitu pun sebaliknya.  "Untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, tetapi kalau harganya masih tinggi dan sistem pengiriman tidak berkelanjutan, saya tidak bisa hentikan impor," katanya.

Meski terjadi beberapa kesepakatan, pemerintah dan pelaku usaha masih menghitung kapasitas produksi nasional untuk  kebutuhan domestik, serta kepastian kualitas dalam negeri. Namun, selama kapasitas dan kualitas industri besi baja belum sesuai dengan permintaan pasar, Kementerian Perdagangan tidak akan menyetop impor bahan baku besi dan baja, terutama untuk kebutuhan sektor unggulan, yakni otomotif, elektronik, dan perkapalan. 

(Baca: Biayai Ekspansi, Gunung Raja Paksi Incar Dana IPO Rp 1 Triliun )

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...