Produsen Sawit Ancam Laporkan Uni-Eropa ke WTO soal Aturan Anti-Sawit
Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) mengancam bakal melaporkan Uni-Eropa ke organisasi perdagangan dunia (WTO) jika ditemukan indikasi pelarangan minyak kelapa sawit dalam kebijakan Reneweable Energy Directive (RED) II. Keputusan Uni-Eropa untuk melegalisasikan aturan tersebut semula ditargetkan terealisasi 1 Februari 2019.
Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar telah meminta klarifikasi untuk pelarangan sawit dalam energi terbarukan berbasis minyak nabati. "Jika delegated act terbit, negara produsen sawit sekiranya akan mengangkat masalah ini ke WTO," kata Mahendra di Jakarta, Senin (4/2).
(Baca: Terdorong Permintaan, Harga CPO Diprediksi Naik hingga Mei 2019)
Dia menjelaskan, pengajuan masalah kepada WTO baru dapat dilakukan jika ada aturan yang terindikasi atau terbukti menghambat. Sehingga, CPOPC terus meminta klarifikasi dan transparansi kebijakan Uni-Eropa dalam RED II yang mengeluarkan kategori sawit dalam penggunaan minyak nabati terbarukan.
Dalam pengajuan pertanyaan terhadap hambatan perdagangan, CPOPC memperoleh dukungan dari sejumkah negara produsen seperti Indonesia, Malaysia, Kolombia, dan Nigeria. Namun, pihaknya belum memperoleh jawaban yang jelas dan memuaskan dari Uni-Eropa.
Dia pun menduga, kebijakan Uni-Eropa telah tercampur motif politik karena pemberian klasifikasi untuk minyak nabati dari kacang kedelai milik Amerika Serikat (AS). "Itu menimbulkan pertanyaan dalam integritas RED II secara internasional," ujar Mahendra.
Pemberian klasifikasi berdasarkan ILUC (Indirect Land Use Change) tidak lagi sesuai dengan metodologi yang ada. Alasannya, penetapan itu tidak memiliki alasan ilmiah yang kuat untuk mendukung keputusan Uni-Eropa.