Terserap Program B20, Volume Ekspor Sawit Tahun Ini Diprediksi Turun
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan volume ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya akan berkurang tahun ini. Prediksi ini didasari oleh upaya pemerintah yang semakin menggalakkan program biodiesel berbahan bakar sawit (B20) sehingga volume sawit akan lebih banyak teralokasi untuk memenuhi penyerapan dalam negeri.
Ketu Umum Gapki Joko Supriyono menyatakan program biodiesel 20% (B20) mulai berjalan penuh tahun 2019. Tahun ini, pemerintah juga akan melakukan uji coba B30 untuk implementasi program.
"Semakin cepat implementasi, semakin banyak penyerapan dalam negeri, mungkin bisa berkurang porsi ekspor karena pengaruh (permintaan) pasar dalam negeri," kata Joko di Jakarta, Rabu (6/2).
(Baca: Terdorong Permintaan, Harga CPO Diprediksi Naik hingga Mei 2019)
Namun, terkait seberapa besar alokasi produksi sawit untuk ekspor dan penyerapan dalam negeri masih menunggu kelancaran kebijakan biodiesel pemerintah. Sebab, ekspor juga sangat ditentukan oleh permintaan negara mitra dagang.
Meningkatnya penyerapan sawit dalam negeri bakal memicu pertumbuhan industri kelapa sawit. Sebab, Indonesia bisa memiliki nilai tawar di antara komoditas minyak nabati sawit terhadap permintaan dari luar negeri.
Karenanya, dengan kebijakan yang tepat bakal membantu menaikkan harga sawit internasional. Tahun lalu, produksi sawit bisa mencapai 47,43 juta ton, naik sekitar 12% daripada produksi 2017.
Dampaknya, harga sawit sepanjang 2018 anjlok di level US$ 595,5 per ton, turun 17% jika dibandingkan harga rata-rata US$ 714,3 per ton pada 2017. Selain lonjakan produksi sawit, beberapa situasi perekonomian global ikut melemahkan harga sawit.
"Tahun lalu stok minyak nabati dunia melimpah, terjadi perang dagang, serta pelemahan daya beli karena pertumbuhan ekonomi melambat. Kemudian, ada juga regulasi yang menyebabkan permintaan berkurang," ujar Joko.
(Baca: Pungutan Ekspor Sawit Tahun 2018 Mencapai Rp 14 Triliun)
Padahal, ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun lalu tumbuh 8% mencapai 34,71 juta ton tahun 2018, dibanding capaian tahun 2017 yang hanya sebesar 32,18 juta ton. Penurunan harga pun membuat capaian itu tak berarti, nilai ekspor tahun 2018 hanya US$ 20,54 miliar, turun 11% dari raihan 2017 yang mencetak US$ 22,97 miliar.
Tahun lalu, secara tahunan, ekspor minyak sawit dan turunannya ke Tiongkok naik 18% menjadi 4,41 juta ton, Bangladesh naik 16%, negara Afrika naik 13%, Pakistan naik 12%, dan Amerika Serikat (AS) naik 3%.
Sebaliknya, ekspor ke beberapa negara juga mengalami penurunan, seperti ke pasar India yang turun sebesar 12% menjadi 7,63 juta ton, Timur Tengah turun 9% menjadi 1,94 juta ton, serta Uni-Eropa turun 5% menjadi 4,78 juta ton. Anjloknya ekspor ke India karena regulasi peningkatan bea masuk sawit dan turunannya.
Sementara itu, industri biodiesel mencatat peningkatan kienrja. Menurutnya, ekspor biodiesel pada 2018 meningkat pesat 851% menjadi 1,56 juta ton, dibanding realisasi tahun sebelumnya sebesar 164 ribu ton. "Peningkatan ekspor biodiesel juga disebabkan Indonesia memenangkan kasus tuduhan antidumping biodiesel Uni-Eropa di WTO," katanya lagi.
Karenanya, pengusaha berharap program biodiesel menjadi tumpuan dengan mandatori B20. Penyerapan untuk biodiesel menunjukkan kenaikan sampai 72% menjadi 3,8 juta ton pada 2018, tumbuh dibanding realisasi tahun sebelumnya sebesar 2,22 juta ton.