Tingkatkan Kinerja, Pos Indonesia Berharap dapat Penugasan Pemerintah
PT Pos Indonesia (Persero) berharap pemerintah memberikan penugasan agar mereka dapat melayani kembali pengiriman dokumen-dokumen milik kementerian dan lembaga pemerintah. Hal tersebut dinilai akan mendongkrak kinerja keuangan Pos Indonesia tahun lalu yang diprediksi turun cukup signifikan.
Direktur Keuangan Pos Indonesia Eddi Santosa mengatakan, fokus Pos Indonesia ke depan adalah mengerjakan layanan pemerintah tersebut. Eddi menilai, jasa kurir pengantar dokumen kementerian dan lembaga merupakan peluang yang cukup besar. Dengan asumsi sudah mampu menggarap layanan pemerintah pada tahun ini, mereka menargetkan mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 5,9 triliun dengan laba bersih Rp 300 miliar.
"Fokus layanan pemerintah ini, yang layanan tradisional masih kita pertahankan. Potensinya masih sangat besar, (pengaruhnya) ke pendapatan masih sangat signifikan," kata Eddi ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (7/2).
Sementara itu layanan lainnya seperti logistik, pengembangan teknologi finansial (tekfin), digitalisasi sistem, atau pun properti akan digenjot di bawah perusahaan anaknya yaitu PT Pos Logistics Indonesia yang bergerak di bidang logistik, PT Pos Properti Indonesia yang fokus pada bisnis properti, dan PT Bhakti Wasantara Net (BWN) yang bergerak di jasa terkait finansial.
(Baca: Jalankan PSO, Laba Pos Indonesia Tahun 2018 Hanya Rp 130 Miliar)
Eddi menjelaskan bahwa sejak tahun 2016 beberapa layanan pemerintah sudah tidak lagi menggunakan jasa Pos Indonesia, salah satunya yaitu penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang tadinya disalurkan secara tunai melalui Pos Indonesia, dialihkan menjadi non-tunai melalui perbankan. "Kiriman kartu bansos dan proyek pemerintah banyak lewat Pos Indonesia. Tapi tahun 2016, proyek itu tidak ada lagi. Kami tidak terima lagi proyek pemerintah," kata Eddi.
Padahal dana bansos tersebut jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Eddi mengaku, sejak pemerintah tidak menggunakan jasa Pos Indonesia lagi, dampak sangat dirasakan dari sisi kinerja keuangan. Ketika penyalurannya dialihkan melalui perbankan, Pos Indonesia kehilangan likuiditas yang biasanya mereka miliki.
Berhentinya penyaluran dana bansos ini membuat pendapatan Pos Indonesia pada sektor jasa keuangan pada tahun 2016 turun 14,3% menjadi hanya Rp 1,11 triliun. Selain itu, capaian tersebut juga hanya memenuhi 73% dari target perusahaan saat itu yang sebesar Rp 1,53 triliun.
Selain meminta penugasan dari pemerintah, Eddi mengatakan tengah melakukan penetrasi yang lebih maksimal lagi untuk mendapatkan proyek-proyek pemerintah seperti jasa pengiriman dokumen. Mereka tengah memperbaiki layanan mereka agar lebih baik lagi dan memasarkan produk-produk mereka secara masif agar kementerian dan lembaga, serta perusahaan Badan Umum Milik Negara (BUMN) lebih tertarik menggunakan jasa Pos Indonesia.
(Baca: Strategi Pos Indonesia untuk Tingkatkan Kinerja Keuangannya Tahun Ini)
"Kita layani dengan service yang rapih, sistem pengendalian yang rapih, IT juga rapih, sehingga cocok dengan yang mereka inginkan," kata Eddi.
Meski layanan pemerintah sudah dihentikan, namun pada 2017 Pos Indonesia membukukan pendapatan senilai Rp 5 triliun atau naik dari pendapatan pada tahun 2016 yang sebesar Rp 4,8 triliun. Sedangkan, mereka mengantongi laba bersih pada tahun 2017 senilai Rp 355 miliar, turun dari laba pada tahun 2016 senilai Rp 429 miliar.
Eddi enggan menyebutkan capaian kinerja tahun 2018 dengan alasan tengah dalam proses audit. Namun, awal Januari lalu, Eddi pernah memperkirakan laba bersih mereka tahun 2018 sebesar Rp 130 miliar. Turunnya laba bersih yang dia perkirakan tersebut, dikatakan Eddi karena mereka melayani program Pos Universal yang merupakan penugasan dari pemerintah.
Layanan pos universal ini dibiayai oleh pemerintah, namun Eddi mengungkapkan bahwa Pos Indonesia juga masih mengeluarkan biaya untuk menjalankan tugas tersebut karena pemerintah tidak memberikan subsidi penuh kepada Pos Indonesia.
(Baca: Pos Indonesia Dorong Anak Usahanya Masuk Pasar Modal pada 2020)