Jusuf Kalla Minta Ahok Tak Bergabung ke Timses Jokowi
Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Jusuf Kalla menyarankan agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak bergabung dalam tim sukses (timses) pasangan calon tersebut. Jika Ahok bergabung sebagai timses, dikhawatirkan elektabilitas paslon nomor urut 01 justru akan tergerus.
"Jangan, alasannya bisa berakibat lagi orang mengingat ini Pak Jokowi didukung orang yang penista agama. Kan bahaya itu, bisa mengurangi suara lagi," kata Jusuf Kalla seperti dikutip Antara, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (12/2).
Bergabungnya mantan gubernur DKI Jakarta tersebut ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai juga dapat memengaruhi elektabilitas Jokowi sebagai capres petahana. Di satu sisi, masuknya Ahok sebagai kader PDIP dapat menaikkan keterpilihan pasangan Jokowi-Ma'ruf di kalangan Ahoker atau pendukung loyal Ahok. Namun, bergabungnya Ahok dengan PDIP juga bisa membawa dampak buruk bagi perolehan suara Jokowi di kalangan masyarakat yang memperhatikan kasus penistaan agama.
"Tentu ada yang nambah, ada yang tergerus. Bagi Ahoker, tentu mungkin menambah tapi bagi yang konsisten dengan apa yang terjadi kepada Ahok, tentu tidak mau milih (Jokowi-Ma'ruf)," ujar pria yang akrab disapa JK ini.
Ia meminta Ahok menikmati masa kebebasannya terlebih dahulu sebelum terjun kembali ke dunia politik. Apalagi, pelaksanaan Pemilu 2019 hanya tinggal dua bulan lagi. Efek Ahok dinilai tidak akan terlalu banyak menambah elektabilitas petahana.
(Baca: LSI Denny JA: Elektabilitas Jokowi di Kalangan Pemilih Muslim Turun)
Sekretaris Dewan Pertimbangan Daerah PDIP Bali Adi Wiryatama mengatakan, Ahok bergabung dengan PDIP sejak 26 Januari lalu. "Memang sesuai garis ideologi perjuangan saya," kata Ahok di Denpasar, Jumat (8/2).
Pria yang kini ingin disapa BTP ini mengaku sudah lama menjadi simpatisan PDIP. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bebas dari rumah tahanan Markas Komando Brimob (Mako Brimob) pada 24 Januari 2019 setelah menjalani hukuman selama satu tahun delapan bulan.
Ia dipenjara karena terbukti melanggar Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni secara sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan atau penodaan agama. Setelah berlibur di Bali, Ahok akan menghabiskan waktu 2,5 bulan ke depan untuk berlibur ke beberapa daerah lainnya.