Berderet Masalah, Kementerian Agraria Didesak Buka Data HGU Ikuti MA

Dimas Jarot Bayu
4 Maret 2019, 18:30
Pemanfaatan kayu kering di lahan hutan gambut
Aswaddy Hamid
Pemanfaatan kayu kering di lahan hutan gambut.

Forest Watch Indonesia (FWI) berencana melaporkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ke Bareskrim Mabes Polri. Pasalnya, kementerian tersebut belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung untuk membuka informasi publik terkait data Hak Guna Usaha (HGU).

Padahal, putusan dengan nomor register 121 K/TUN/2017 tersebut telah diterbitkan Mahkamah pada Maret 2017 lalu. Opsi lainnya adalah mengadukan kasus ini kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal tersebut agar eksekusi putusan Mahkamah dapat diambil alih oleh pengadilan sehingga segera dilaksanakan oleh Kementerian.

Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI Mufti Barri mengatakan eksekusi putusan Mahkamah itu penting untuk menyelesaikan banyak persoalan hutan dan lahan. Sebab, berbagai masalah hutan dan lahan kerap terjadi di kawasan HGU.

(Baca: Balas Sindiran, BPN Prabowo Tagih Pengembalian Lahan Kubu Jokowi)

Berbagai masalah itu terkait tumpang tindih perizinan, konflik tenurial atau lahan berkepanjangan, hingga tingginya ancaman kehilangan hutan alam di Indonesia. “Ketertutupan HGU telah menimbulkan persoalan pada pemanfaatan hutan dan lahan,” kata Mufti di Jakarta, Senin (3/4).

Masalah itu muncul dari setiap tahap perizinan, mulai dari pelepasan kawasan hutan sampai dengan terbitnya HGU. Tanpa adanya keterbukaan data HGU, sulit untuk mengurai berbagai permasalahan tersebut. Karen itu, terbukanya dokumen HGU menjadi salah satu prasyarat utama dalam perbaikan tata kelola hutan dan lahan.

Sementara itu, Direktur Advokasi Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Arman Moehammad menyatakan tertutupnya data HGU menjadi pintu masuk penyebab perampasan wilayah adat. Banyak kawasan adat yang tiba-tiba ditetapkan menjadi kawasan hutan negara atau diberikan izin konsesi.

Masyarakat adat, kata Arman, baru mengetahui kalau kawasannya telah berpindah status setelah didatangi alat berat atau ada larangan beraktivitas. “Masyarakat adat tidak pernah tahu bagaimana proses penetapan wilayah adat menjadi kawasan hutan negara atau diberikan kepada konsesi,” kata Arman.

(Baca: KPA Nilai Reforma Agraria di Era Jokowi Belum Sesuai Target)

Hal tersebut kemudian membuat konflik antara masyarakat adat dan perusahan pemilik konsesi HGU. AMAN mencatat saat ini ada 313 ribu hektare dari 9,6 juta hektare wilayah adat yang tumpang tindih dengan izin-izin konsesi HGU. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...