Lalai Soal Keamanan, Operasional Arutmin Sempat Disetop Sebulan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kecelakaan kerja di wilayah tambang milik PT Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Desember 2018 lalu sebagai kelalaian manusia. Maka itu, Kementerian sempat menghentikan operasional perusahaan.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sri Raharjo menjelaskan bahwa perusahaan tersebut tidak memasang sirine untuk memperingatkan adanya longsor. Alhasil, longsor memakan korban jiwa.
"Pada saat ingin longsor harusnya ada sirine, itu yang tidak dipasang," kata dia, di Jakarta, Senin (4/3). Operasional Arutmin dihentikan sekitar satu bulan, tepatnya sejak awal terjadi kecelakaan, yaitu akhir Desember 2018 hingga akhir Januari 2019.
(Baca: Inspektur Tambang Investigasi Musibah Tambang Emas di Sulawesi Utara)
Namun, ia menjelaskan bahwa Arutmin telah memperbaiki prosedur keamanan untuk operasionalnya sehingga perusahaan bisa beroperasi kembali pada awal Februari 2019. "Mereka telah memperbaiki dan perbaikannya sudah disampaikan ke kami awal Februari kemarin," kata dia.
Kecelakaan kerja ini terjadi di Tambang Asam Asam, Kalsel, pada 31 Desember 2018. Arutmin Indonesia merupakan perusahaan tambang batu bara yang memegang Perjanjian Karya Pegusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) di wilayah tersebut.
(Baca: Prospek Bisnis Batu Bara 2019: Kepastian Hukum Jadi Tantangan Utama)
Truk yang dikendarai oleh dua karyawan mitra Arutmin yaitu PT Jhonlin Baratama melintasi High Wall yang mengalami longsor sehingga truk terseret dan tertimbun material tanah.
Kecelakaan ini memakan dua korban jiwa, dan dinyatakan sebagai kecelakaan fatal. Maka itu, Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM yang berada di Kalimantan Selatan pun melakukan investigasi.