Pemerintah Upayakan Dongkrak Harga Karet untuk Para Petani
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan upaya pemerintah dalam mendongkrak harga karet yang sedang menurun. Salah satunya, dengan melakukan komunikasi dengan produsen karet lainnya, seperti Malaysia dan Thailand.
"Barangnya kurang berarti harga terdongkrak naik. Tapi namanya negosiasi dengan negara lain, tidak mudah," ujarnya di hadapan petani karet se-Sumatera Selatan di Balai Pusat Penelitian Karet Sembawa, Kecamatan Sematan, Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (9/3).
Namun demikian, hasil pembicaraan dengan dua negara tersebut pada tiga minggu lalu mulai membuahkan hasil. Harga karet merangkak naik dua pekan ini. "Dulu Rp5.000-Rp6.000 per kilogram, sekarang Rp8.300 sampai Rp9.000 per kilogram. Ini harus disyukuri karena ekonomi dunia masih pada posisi yang belum baik. Tetapi akan menuju normal kembali," kata Jokowi.
Menurut dia, rendahnya harga karet merupakan imbas kondisi ekonomi dunia yang melemah. "Kalau ekonomi dunia turun, permintaan juga turun, termasuk karet. Inilah problem besar kita karena ekonomi dunia belum normal," ujarnya.
Pemerintah juga mengupayakan peningkatan pemakaian karet, caranya dengan mencampur sebagai bahan baku pengaspalan jalan. Program ini sudah dicoba di tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi. Pemerintah menginginkan agar program ini dilakukan di semua provinsi, kabupaten, dan kota lainnya di Indonesia.
(Baca: Berharap Proyek Infrastruktur Jadi Juru Penyelamat Petani Karet)
Sementara itu, pemerintah juga berusaha meningkatkan harga karet dengan cara memaksimalkan sektor industri. Jokowi telah memerintahkan Menteri Perindustrian agar Indonesia tidak terlalu banyak mengekspor produk mentah melainkan produk jadi, seperti ban dan sarung tangan.
"Kita harus punya pabrik di sini sehingga tidak usah jauh-jauh. Karena pasar dunia sukanya mengatur. Kelihatan stok banyak tahan dulu, harga jatuh baru dibeli," kata Jokowi.
Bulan lalu, tiga negara produsen karet terbesar dunia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sepakat membatasi ekspor 200 ribu ton hingga 300 ribu ton karet melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Kebijakan itu diputuskan berdasarkan Pertemuan Menteri International Triparte Rubber Council (ITRC) sebagai cara untuk mengerek harga karet di pasar dunia.
(Baca: Bantu Kerek Harga, PTPN Siap Serap 14 Ribu Ton Karet Petani )
Ketiga negara juga berkomitmen untuk melaksanakan Skema Manajemen Suplai untuk penggunaan karet dalam jangka panjang. Hal ini akan mendorong produsen karet ITRC wajib untuk mempercepat peremajaan karet. Thailand akan mewajibkan peremajaan karet seluas 65 ribu hektare. Kemudian Indonesia seluas 50 ribu hektare. Lalu, Malaysia 25 ribu hektare.