OJK Perketat Izin Fintech Pinjaman untuk Lindungi Konsumen
Setelah beberapa waktu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya memberikan izin kepada PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas). OJK berdalih panjangnya persyaratan bagi perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech) pinjaman yang mengajukan izin sebagai upaya melindungi konsumen.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, instansinya mengutamakan transparansi atas industri fintech pinjaman. Lewat transparansi itu dia berharap hak-hak konsumen bisa terpenuhi, dalm hal ini pemberi pinjaman (lender) maupun peminjam (borrower).
(Baca: OJK Perketat Perizinan Fintech Pinjaman untuk Hindari Kecurangan)
Oleh sebab itu, OJK menetapkan beberapa Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus dipenuhi fintech pinjaman dalam operasionalnya. “Supaya dana pemberi pinjaman tidak hilang, data konsumen tidak bocor dan disalahgunakan,” kata Hendrikus di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (8/3).
OJK juga memperketat perizinan untuk fintech pinjaman karena tak ingin industri ini keluar jalur, seperti menghimpun dana masyarakat. Sebab, tugas fintech pinjaman adalah mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam. Sehingga, regulasi saat ini diharapkan tidak mempersulit. "Kalau Anda mau menjalankan industri ini secara mudah, sulit bagi Anda yang berkarakter buruk,” ujarnya.
Di lain kesempatan, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-bank OJK Riswinandi mengatakan, bahwa persyaratan yang ditetapkan oleh instansinya untuk mengukur kesiapan fintech pinjaman dalam beroperasi di Indonesia. Aturan saat ini memperjelas hal-hal yang harus dipenuhi. Kalau ada yang merasa kesulitan, kata Riswinandi, berarti perusahaan tersebut belum siap.
(Baca: Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi)
Ombudsman Investigasi Beberapa Fintech Pinjaman terkait Perizinan
Meski begitu, Ombudsman Republik Indonesia mendapat kabar bahwa para pelaku di industri ini kesulitan mengajukan izin ke OJK. Oleh sebab itu, Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri atau own-motion investigation terhadap beberapa fintech pinjaman terkait perizinan ini. “Kami melibatkan semua lembaga,” ujar Anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya.
Namun, Dadan tidak menjelaskan secara rinci hasil temuan dari investigasi yang dilakukan instansinya. Sebab, Ombudsman masih mengklarifikasikannya kepada kementerian dan lembaga terkait. Hal ini dilakukan agar industri fintech pinjaman bisa tumbuh dan berkembang.
(Baca: Danamas Target Penyaluran Pinjaman Rp 2,3 Triliun Tahun Ini)
Apalagi informasi yang ia terima, baru satu fintech pinjaman yang mendapatkan izin dari OJK. Padahal, OJK sudah merilis Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech pinjaman pada Desember 2016. Itu artinya, sudah ada fintech pinjaman yang mengajukan izin sejak akhir 2016, namun belum membuahkan hasil.
Benar saja, OJK mencatat ada 25 fintech pinjaman yang mengajukan izin. Selain itu, sudah ada 145 pelaku fintech pinjaman yang mendaftar ke OJK. (Baca: OJK Proses Pengajuan Izin 25 Fintech Lending)
Meski demikian, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan belum ada anggotanya yang melapor kesulitan mengajukan izin. Tak hanya itu, ia juga belum menerima laporan dari calon anggota AFPI terkait sulitnya mendaftar ke OJK.
Padahal, Sunu berkomitmen untuk membantu anggotanya yang kesulitan mengajukan izin ke OJK. “Hal itu untuk memenuhi persyaratan malah kami bantu,” ujar Sunu kepada Katadata.co.id. (Baca: Asosiasi Fintech Siap Bantu Anggotanya yang Sulit Ajukan Izin)
Persyaratan yang dimaksud yakni fintech pinjaman wajib mendapat sertifikasi ISO 27001 atau terkait keamanan data. Untuk mendapatkan sertifikat ini, biasanya mereka memerlukan waktu empat hingga enam bulan. Lalu, fintech pinjaman harus mengadakan sosialisasi ke masyarakat terkait industri ini.
Yang teranyar, fintech pinjaman wajib menggunakan tanda tangan digital dan mengajukan izin Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait aplikasi yang digunakan. Selain itu, fintech pinjaman harus bekerja sama dengan penyelenggara asuransi mikro dan penyelenggara penilai kredit (credit scoring) yang punya izin OJK.
Fintech pinjaman juga wajib bermitra dengan perusahaan penagihan pinjaman (debt collector) yang terdaftar di AFPI. Pemangku kebijakan seperti investor, direksi, dan komisaris fintech pinjaman juga harus mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh AFPI.
Selain itu, lewat Peraturan OJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital, OJK mewajibkan fintech pinjaman untuk membangun pusat data (server), termasuk fasilitas pemulihannya di Indonesia. Namun, kewajiban ini berlaku untuk semua sektor fintech, baik pinjaman, pembayaran, investasi, asuransi, dan lainnya.
Menurut Sunu, persyaratan untuk mendapat izin dari OJK ini tidaklah sulit. Apalagi, OJK melibatkan AFPI dalam menyusun persyaratan tersebut. Ia pun paham manfaat atas persyaratan tersebut. “Kalau ada yang dirasa sulit, kami akan mengakomodasi seluruh anggota,” kata dia.
Misalnya, persyaratan bagi fintech pinjaman untuk bekerja sama dengan penyelenggara penilai kredit. Maka, AFPI pun menandatangani perjanjian kerja sama dengan penyelenggara penilai kredit. Hal ini supaya anggota AFPI mudah berkolaborasi dengan mereka.
(Baca: OJK Bakal Rekrut Lembaga Pemberi Rating Peminjam di Fintech)
Sunu berkomitmen langkah serupa akan dilakukan jika ada anggotanya yang kesulitan memenuhi persyaratan lainnya. Untuk asuransi, misalnya, setiap anggota dengan produk berbeda bisa dikomunikasikan dengan asuransi tersebut seperti terkait premi. "Menurut saya ini bukan hal yang sulit. Bisa dicari jalan keluarnya,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa fintech pinjaman sudah menyalurkan piutang senilai Rp 25,92 triliun per Januari 2019 atau meningkat 14,36 % sejak awal tahun (year to date/ytd). Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 22,37 miliar disalurkan untuk masyarakat di Pulau Jawa. Secara rinci, pinjaman paling besar diberikan ke peminjam di Jawa Barat sebesar Rp 6,35 triliun dan paling rendah ke Maluku Utara senilai Rp 8,38 miliar.
Sejalan dengan hal itu, OJK mencatat jumlah rekening pemberi pinjaman di industri ini mencapai 267.496 atau naik 28,91 % ytd. Sementara jumlah peminjam mencapai 5,16 juta atau meningkat 18,37 % ytd.
(Baca: Januari 2019, Tekfin Sudah Salurkan Pinjaman Rp 25,92 Triliun)