Kadin Sebut Dua Industri Diuntungkan dari Perang Dagang AS-Tiongkok
Kesepakatan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok akan digelar pada 27 Maret mendatang. Perang dagang tak selamanya mendapat kecaman. Kamar Dagang Indonesia atau Kadin menilai ada pihak yang turut 'menikmati' yakni industri ban dan testil yang ekspornya meningkat 20%.
Ketua Umum Kadin, Rosan P. Roeslani mengatakan keuntungan itu didapat industri tekstil dan ban karena lebih kompetitif karena tak terkena perang tarif yang digencarkan masing-masing pihak terhadap negara lawannya.
"Ekspor meereka menjadi lebih kompetitif, karena mereka kan ada perang tarif antara AS dan Tiongkok," katanya di Jakarta, Senin (11/3).
(Baca: Jokowi Minta Para Menteri Antisipasi Dinamika Ekonomi Global)
Meski demikian, dia berharap perang dagang tak berlangsung lama karena bisa berdampak terhadap perlambatan ekonomi kedua negara. "Kalau ada perlambatan pertumbuhan Tiongkok pasti akan ada berdampak langsung maupun tidak langsung ke perdagangan RI," ujarnya.
Sebab, Tiongkok merupakan salah satu pasar ekspor utama Indonesia dengan kontrbusinya sekitar 15%. Sementara AS, menyumbang sekitar 10% terhadap total ekspor Indonesia.
Sementara menanggapi potensi kesepakatan dagang AS- Tiongkok mendatang, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan kesepakatan damai antara Amerika dengan Tiongkok akan membuka kesempatan lebih bagi Indonesia untuk masuk ke pasar masing-masing negara.
(Baca: Perang Dagang dengan Tiongkok Mereda, AS Siap Bermusuhan dengan India )
Potensi gejolak dunia yang berkelanjutan membuat pemerintah berhati-hati dalam menetapkan target pertumbuhan ekspor 2019 menjadi lebih moderat. Kemendag sebelumnya menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini tetap melaju di kisaran 7,5% menjadi US$ 175,9 miliar dari proyeksi ekspor nonmigas tahun lalu sebesar US$ 163,6 miliar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan pemerintah memasang target ekspor moderat di tengah tantangan ekonomi global dan domestik. "Terjadi perlambatan pada pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga permintaan berkurang," kata Enggar di Jakarta, Kamis (10/1).
Menurutnya, perekonomian global saat ini hanya tumbuh 3,7%, sementara volume perdagangan dunia hanya meningkat 4%. Proyeksi impor negara maju pun tumbuh 4% dan negara berkembang naik 4,8%.
(Baca: Virus Meredupnya Ekonomi Tiongkok yang Mengancam Ekspor Indonesia)