IHSG Naik 0,1% Jelang Pengumuman Bunga Acuan Bank Indonesia
Indeks harga saham gabungan (IHSG) bertahan di zona hijau pada sesi I perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kenaikan 0,1% menjadi 6.488,98, jelang pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) sore ini.
Kinerja positif IHSG ditopang oleh tujuh indeks sektoral yang bergerak positif, dipimpin oleh sektor industri dasar yang naik 1,23%, tambang naik 0,44%, properti 0,97%, serta aneka industri 0,3%. Sedangkan sektor pertanian, infrastruktur, dan konsumer menahan laju positif IHSG. Ketiga sektor tersebut masing-masing terkoreksi 0,42%, 0,19%, dan 0,6%.
Transaksi saham di BEI hingga siang hari ini tercatat senilai Rp 4,04 triliun dari 9,32 miliar saham yang diperdagangkan oleh investor. Sebanyak 193 saham bergerak positif, 156 saham negatif, dan 132 saham lainnya harganya stagnan.
Beberapa saham top gainers siang ini yaitu PT Semen Indonesia Tbk. (SMGR) yang harganya naik 4,22%, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) naik 3,71%, PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) 3,77%, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) 5,98%, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk. (BTPS) 1,83%, serta PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) 1,6%.
(Baca: The Fed Tahan Bunga Acuan, IHSG dan Bursa Asia Kompak Meningkat)
Dana asing pada sesi I ini mengalir masuk ke pasar saham senilai Rp 1,32 miliar. Investor asing melakukan pembelian bersih saham di pasar reguler Rp 3,22 miliar, sedangkan di pasar negosiasi/tunai terjadi penjualan bersih saham oleh asing senilai Rp 1,9 miliar.
Saham BNI menjadi saham yang paling banyak dibeli asing walau hanya Rp 15,5 miliar. Selain itu investor asing terpantau melepas beberapa saham dengan nilai yang cukup besar seperti saham PT Astra International Tbk. (ASII) senilai Rp 50,7 miliar, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Rp 31,3 miliar, serta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Rp 24,8 miliar.
Sebelumnya, Federal Reserve (the Fed) telah memutuskan untuk membatalkan rencana kenaikan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR), tahun ini karena banyaknya tanda-tanda pelemahan ekonomi Amerika Serikat (AS).
The Fed telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi hanya 2,1% atau lebih rendah 1% dari capaian pertumbuhan 2018. Selain itu the Fed juga menurunkan proyeksi pertumbuhan lapangan kerja baru dan tingkat inflasi AS.
(Baca: Ekonom Prediksi BI Akan Pertahankan Suku Bunga Acuan di 6%)
BI Tahan Bunga Acuan?
Sementara itu BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya, BI 7 days repo rate di level 6%. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai BI akan mepertahankan tingkat suku bunga acuan karena masih khawatir dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Defisit transaksi berjalan disebabkan neraca perdagangan dalam negeri yang pada Januari 2019 mencatatkan defisit US$ 1,16 juta, meski bulan berikutnya membaik dengan surplus US$ 330 juta seiring kinerja impor yang menurun tajam. "Masih khawatir CAD dan belakangan ini harga minyak mulai naik lagi," kata David kepada Katadata.co.id, Rabu (19/3).
Selain khawatir CAD, ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai Indonesia masih membutuhkan arus masuk investasi asing untuk melonggarkan likuiditas perbankan. Hal itu yang membuat peluang untuk menurunkan suku bunga sangat kecil, meskipun kondisi inflasi rendah dan nilai tukar relatif stabil.
"Kalau melihat data perbankan kita kan cukup jelas kalau DPK (dana pihak ketiga) kita tumbuhnya lebih lambat dari kredit. Jadi, bank juga perlu amunisi," ujar Myrdal.
Sementara itu pergerakan bursa saham Asia lainnya siang ini mayoritas berada pada teritori positif. Indeks Shanghai naik 0,8%, PSEi melesat naik 1,14%, Kospi naik 0,36%, dan strait Times 0,17%. Sedangkan indeks Hang Seng terkoreksi 0,17% dan KLCI turun 0,97%.