Tekanan Global Mereda, Imbal Hasil Surat Utang Berpotensi Turun
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) berpotensi turun seiring dengan meredanya tekanan global. Penurunan gejolak eskternal terjadi seiring dengan proyeksi bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, yang tidak akan mengerek suku bunga acuannya tahun ini.
"Penurunannya seiring dengan yield negara setara lainnya. Geraknya bersamaan," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (25/3).
Penurunan imbal hasil SUN menunjukkan harga yang naik. Hal ini mencerminkan daya tarik investor terhadap surat utang pemerintah sedang bergairah. Apabila yield turun, beban pembiayaan utang pemerintah akan terpangkas juga.
Menurut David, penuruan imbal hasi obligasi pemerintah di negara berkembang terjadi seiring dengan penurunan yield obligasi pemerintah AS, US Treasury. Mengacu pada tradingeconomics, imbal hasil US Treasury turun 0,16% dalam sepekan menjadi 2,46%. Sementara itu, yield obligasi Indonesia berada di level 7,6% atau turun 0,21% dalam sepekan.
Penurunan tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara. Penurunan tertinggi kedua ialah Thailand dan Hongkong yang masing-masing sebesar 0,10% dalam satu minggu. Yield obligasi Thailand saat ini di level 2,46% dan Hongkong 1,66%.
Selain penurunan imbal hasil, ia juga memperkirakan volatilitas mata uang rupiah dapat di bawah 10% sepanjang tahun ini. Sebab, penurunan tekanan global dapat mendorong aliran masuk dana asing yang akan menopang penguatan rupiah.
(Baca: Tekanan Global Mereda, Rupiah Diprediksi Menguat Hingga Akhir Tahun)
Aliran masuk dana asing saat ini banyak terjadi pada SBN dan saham. Pada SBN, dananya mencapai Rp 8,38 triliun selama sebulan sampai 20 Maret. Berdasarkan data RTI, investor asing membukukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 90,69 miliar pada bulan ini.
Namun, ia memperkirakan, ketidakpastian global akan kembali meningkat pada semester dua. "Harga minyak menentukan," ujarnya. Ketidakpastian dari perang dagang dan Brexit diperkirakan mereda dalam dua bulan mendatang.
(Baca: Ditopang Bansos, BI Hitung Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2019 di 5,2%)
Senada dengan David, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah Redjalam mengatakan yield obligasi berpotensi turun seiring dengan permintaan SUN yang tinggi. Kalau aliran modal asing terus masuk, berarti permintaan terhadap SUN akan tinggi.
“Harga otomatis naik dan yield akan turun," ujarnya. Ia juga memperkirakan volatilitas rupiah dapat di bawah 10% lantaran didukung aliran masuk dana asing.