Bumi Resources Targetkan Produksi Emas di Sulawesi Tengah Tahun Depan
PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) telah mengantongi izin produksi untuk proyek pertambangan emas di Sulawesi Tengah melalui anak usahanya yaitu PT Citra Palu Mineral (CPM). Perusahaan pun mentargetkan tambang tersebut bisa memproduksi emas pada tahun depan.
Chief Operating Officer Bumi Suseno Kramadibrata mengatakan izin produksi CPM diberikan selama 30 tahun ditambah dengan tiga tahun izin konstruksi. Izin ini didapat pada akhir 2017 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Hal ini menandakan CPM harus sudah siap untuk memproduksi emas di tahun depan," kata Suseno, dalam keterangan pers, Selasa (26/3).
(Baca: Anak Usaha Bumi Resources Minerals Peroleh Izin Tambang di Gorontalo)
Selain CPM, proyek tambang seng di Sumatera Utara yang dioperasikan melalui anak usaha perseroan yang lain yakni, PT Dairi Prima Mineral (DPM) ditargetkan bisa berproduksi pada 2021. Izin produksi proyek tambang ini juga diperoleh pada akhir 2017, dengan 30 tahun masa izin produksi dan tiga tahun izin konstruksi.
Sedangkan untuk proyek tembaga dan emas di Gorontalo, melalui PT Gorontalo Minerals (GMO), diproyeksikan tambang tersebut berproduksi pada 2022. Ini dikarenakan izin konstruksi dan produksi tambang tersebut baru didapatkan pada bulan lalu, dengan izin masa konstruksi tiga tahun, dan masa produksi 30 tahun.
Kendati demikian, pihaknya berupaya mempercepat konstruksi dari masing-masing proyek tambang. Sehingga produksi CPM diharapkan mulai akhir 2019, sedangkan GM bisa berproduksi pada akhir 2020. "Terlepas dari jadual yang telah direncanakan, tim kami sedang bekerja keras untuk mempercepat konstruksi," kata dia.
(Baca: Medco Tertarik Ikut Berebut Garap Blok Corridor)
Sementara terkait kinerja 2018, perseroan telah mencatat perbaikan kinerja keuangan. Salah satunya terkait proses divestasi saham Bumi Resources di DPM untuk proyek seng dan timah hitam ke NFC China yang membuat perusahaan berhasil meraup dana segar sebesar US$ 198 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun kala itu.
Perusahaan juga menyebut berhasil melunasi pinjaman ke pihak ketiga dengan dana hasil penjualan saham di DPM ke NFC. Sehingga pinjaman ke pihak ketiga turun sebesar 60% pada 2018 dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, dengan menurunnya pinjaman, beban bunga dan beban keuangan pada tahun lalu juga ikut turun sebesar 99% dibandingkan pada 2017.
Di sisi lain, saldo kas dan deposito perusahaan juga tercatat meningkat, sehingga dapat memulai pekerjaan konstruksi di proyek tambang emas CPM dan tambang seng DPM.
Kas perusahaan per 2018 bertambah menjadi US$ 8,2 miliar, sedangkan pada 2017 sebesar US$ 5,2 miliar. "Rasio likuiditas kami terus membaik secara keseluruhan," kata Susanto.