Menperin: Industri Farmasi Nasional Tumbuh 4,46% Tahun Lalu
Kementerian Perindustrian mencatat industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional tumbuh sebesar 4,46 persen tahun lalu. Kontribusi industri mencapai 2,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kinerja industri farmasi cukup baik dalam beberapa tahun belakangan. "Angka (pertumbuhan) ini terus meningkat selama lima tahun terakhir," kata Airlangga, di Cimanggis, Rabu (27/3).
Saat ini neraca ekspor-impor industri farmasi masih menunjukkan defisit. Walaupun nilai ekspor komoditas ini mengalami peningkatan dari US$ 1,01 miliar pada 2017, menjadi US$ 1,13 miliar pada tahun lalu.
Dalam rangka pengembangan industri, pemerintah mempunyai kebijakan pembangunan industri nasional. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
(Baca: Kebutuhan Gula Naik 6% Terkerek Geliat Industri Makanan dan Farmasi)
Dalam kebijakan tersebut, industri farmasi dan bahan farmasi termasuk industri prioritas yang berperan besar sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian. Sebagai industri andalan masa depan, industri farmasi dan bahan farmasi terus dikembangkan melalui berbagai insentif. “Salah satunya dengan pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung pemerintah serta bentuk insentif lainnya,” kata dia.
Menurut Airlangga, industri farmasi memiliki kekhususan sendiri. Farmasi termasuk industri yang padat modal (capital intensive), menggunakan teknologi tinggi (high technology), padat kajian (research and development intensive, aturannya ketat heavily regulated, dan pasarnya terfragmentasi (fragmented market).
Saat ini industri farmasi di dalam negeri sebanyak 206 perusahaan. Jumlah tersebut didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multi-nasional dan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75 persen kebutuhan obat dalam negeri.
Namun, Airlangga mengaku bahwa industri farmasi saat ini masih terkendala produksi bahan baku, sehingga hampir 90 persen bahan bakunya masih dipenuhi dari impor. Oleh karena itu, pemerintah akan berupaya menggenjot angka investasi di sektor hulu farmasi. “Kita masih mengimpor US$ 4 miliar dalam bahan baku obat dan sekitar US$ 800 juta dalam bentuk obat jadi,” ujarnya.
(Baca: Phapros Bidik Ekspansi Pabrik Farmasi ke Myanmar, Kamboja dan Nigeria)