Kebutuhan Batu Bara Diprediksi Turun, Indonesia Perlu Antisipasi

Image title
1 April 2019, 14:34
batu bara, batubara
Aktivitas di tambang batu bara

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyarakan pemerintah memperhatikan ketergantungan batu bara sebagai komoditas perdagangan dan ekspor. Karena kebutuhan dunia akan komoditas tersebut diprediksi menurun akibat banyaknya negara yang akan mengurangi penggunaan batu bara.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan selama lima tahun terakhir batu bara menjadi komoditas ekspor yang cukup banyak menghasilkan devisa. Ekspor batu bara dapat mengurangi defisit perdagangan, karena tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

(Baca: Harga Batu Bara Tergantung Pemulihan Ekspor ke Tiongkok)

Selain itu, batu bara juga menyumbang pendapatan daerah di daerah yang memiliki tambang sebesar 15-30 persen. Dia mencontohkan kontribusi batu bara di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan, yang mencapai 19-35 persen dari Produk domestik regional bruto (PDRB).

Indonesia juga sebagai salah satu negara pengekspor terbesar dan dominan. Salah satu negara tujuan ekspor batu bara Indonesia adalah Tingkok. Tiongkok memenuhi 60 persen kebutuhan batu baranya dari Indonesia. Namun, sejak 2017 Tiongkok mulai menurunkan impor batu bara, sehingga memengaruhi harga batu bara secara global.

"Cina menurunkan permintaan impor batu bara, implikasinya harga turun, dan berdampak pada ekonomi Indonesia," ujarnya, di Jakarta, Senin (1/2). (Baca: Harga Batu Bara Turun, Jasa Pertambangan Sulit Dapat Kontrak Baru)

International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan batu bara di Tiongkok akan turun dari 2.753 juta ton di 2017 menjadi 2.673 juta ton di 2023. Sekitar separuh permintaan batu bara ini adalah batu bara untuk pembangkit listrik (non coking coal). Volume batu bara konsumsi batu bara diperkirakan akan turun 13,4 persen dari total konsumsi dunia pada 2022-2023.

Selain itu, berdasarkan dokumen Basic Blueprint for Power Supply yang dirilis pemerintah Korea Selatan akhir tahun lalu, komposisi listrik dari batu bara akan turun dari 45,3 persen di 2017 menjadi 36,1 persen di 2030. IEA memperkirakan batu bara di Indonesia bisa turun 15,7 persen pada 2023. 

(Baca: Ekspor Februari Anjlok 10,03% Terseret Pelemahan Harga Komoditas)

Indonesia juga turut berkomitmen untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, yang telah disepakati dalam Paris Agreement. Implementasi kesepakatan ini akan menurunkan konsumsi batu bara dalam negeri. Menurut Fabby, dunia internasional telah menekankan adanya perubahan ke energi energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil.

"Kami mendesak pemerintah untuk melakukan kajian mengenai transisi energi di masa depan industri batu bara," kata dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pihaknya telah responsif memperhatikan perkembangan perubahan iklim dunia. Pelaku usaha juga sudah mulai mempelajari teknologi penambahan nilai atau hilirisasi batu bara. Apalagi saat ini pemerintah tengah mempersiapkan regulasi hilirisasi batu bara.

"20 tahun kedepan energi terbarukan lebih kompetitif tapi didorongnya nilai tambang ini jadi pasar baru," ujarnya.

(Baca: Tekan Impor, Menteri Rini Dorong Industri Hilirisasi Batu Bara)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...