Diskriminasi Sawit, Negara Produsen Sampaikan Keberatan ke Uni Eropa
Delegasi Indonesia bersama perwakilan negara-negara produsen sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/ CPOPC) kembali menyuarakan keberatan atas diskriminasi terhadap produk kelapa sawit di Uni Eropa. Kebijakan Uni Eropa dinilai tak adil, karena melarang impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan, namun mempromosikan minyak nabati lain yang berasal dari kawasannya.
"CPOPC menentang The Delegated Act karena mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai sumber energi yang tidak berkelanjutan dan termasuk dalam kategori indirect land use change (ILUC) yang berisiko tinggi," tulis pernyataan resmi CPOPC dikutip Selasa (9/4).
Pernyataan itu merupakan salah satu bunyi pernyataan sikap dari misi gabungan dari CPOPC pimpinan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat melakukan kunjungan resmi ke Brussel, Belgia, pada Senin (8/4) hingga Selasa (9/4).
(Baca: Jokowi dan Mahathir Teken Surat Keberatan Diskriminasi Sawit)
CPOPC berpendapat, Uni Eropa menggunakan The Delegated Act untuk menghapus serta memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan. Namun di sisi lain, mereka justru mempromosikan minyak nabati lain yang berasal dari kawsannya.
"CPOPC sudah menyuarakan keprihatinan. Bahwa asumsi-asumsi ini didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan diskriminatif secara ilmiah," tulis CPOPC dalam pernyataannya.
CPOPC menilai, klaim bahwa kebijakan ini didasarkan oleh kajian ilmiah dan berbasis lingkungan dianggap mengada-ada. Sebab, Uni Eropa justru tidak melarang penggunaan kedelai yang berdasarkan penelitian internal merupakan salah satu komoditas yang bertanggung jawab terhadap deforestasi.
Untuk itu, CPOPC menduga keputusan itu dipengaruhi oleh kebijakan proteksionisme sebagai bagian dari kebijakan politik dan ekonomi Uni Eropa, bukan berdasarkan kajian ilmiah atau berbasis lingkungan semata.