Alfamart Incar Pertumbuhan Penjualan 15% selama Ramadan dan Lebaran
Pengusaha retail mulai bersiap menyambut bulan suci Ramadan yang jatuh awal Mei mendatang. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), pemilik jaringan retail Alfamart menargetkan kenaikan penjualan 15% pada periode Ramadan dan Lebaran 2019.
Pertumbuhan itu diharapkan bisa tercapai seiring meningkatnya penjualan beberapa produk makanan minuman yang banyak dikonsumsi saat bulan suci dan Lebaran seperti sirup, biskuit dan gula pasir.
(Baca: Genjot Penjualan, Alfamart Rambah Toko Virtual)
Corporate Affairs Director Alfamart Solihin mengatakan, saat Ramadan, penjualan Alfamart rata-rata tumbuh 15% atau naik dua kali lipat dibanding penjualan bulan biasa yang hanya sekitar 8,5%. "Target pertumbuhan itu tak jauh berbeda yang kami alami saat Ramadan setiap tahunnya. Harapannya tahun ini tetap tumbuh doubel digit," katanya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Adapun peningkatan penjualan produk makanan minuman biasanya melonjak signifikan dua pekan sebelum Lebaran. Karena itu, perusahaan sudah mulai menyiapkan stok barang dua pekan sebelum puasa. Namun, penyediaan stok ini menurutnya situasional, tergantung pada besarnya permintaan. "Stok sudah mulai kami lakukan, tapi disesuaikan saja dengan kebutuhan sehingga tak berlebihan," katanya.
(Baca: Alfamart Suntik Modal Rp 25 Miliar ke Anak Usaha)
2019, Pertumbuhan Retail Capai 10%
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta sebelumnya menyatakan Ramadan dan Lebaran merupakan salah satu momentum yang paling ditunggu pengusaha retail. Karena, periode tersebut saat dimana konsumsi masyarakat meningkat dan mendongkrak penjualan peretail
"Jika Ramadan dan Lebaran ada di semester pertama, maka dari total omzet penjualan peretail dalam setahun sekitar 65% akan berada di semester tersebut. Jadi kontribusinya memang cukup besar," kata Tutum di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia pun menyebut untuk periode Ramadan-Lebaran tahun ini penjualan retail kemungkinan tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Ini dikarenakan tidak ada faktor khusus yang berpotensi menurunkan pembelian masyarakat.
Sepanjang 2019, Aprindo menargetkan pertumbuhan industri retail bisa mencapai 10%, tak jauh berbeda dengan realisasi pertumbuhan 2018 yang mencapai sekitar 9%. Asosiasi memasang target konservatif karena mempertimbangkan berbagai kondisi saat ini seperti tahun politik serta pertumbuhan ekonomi yang masih menantang.
Menurut dia, saat ini pola belanja dan konsumsi masyarakat semakin tidak terprediksi karena kemajuan teknologi digital. Kegiatan belanja masyarakat pada perusahaan atau gerai retail bisa jadi akan berkurang.
(Baca: Peretail Modern Minta Pasar Tradisional Ikut Terapkan Plastik Berbayar)
Persaingan dengan perdagangan elektronik dan penjualan produk lewat media sosial yang juga berpotensi mengganggu potensi penjualan retail modern. "Ada ceruk yang terambil, sehingga kami harus lebih kreatif memasarkan barang," ujar Tutum.
Sementara pada tahun lalu, pertumbuhan industri retail terdorong oleh banyaknya acara internasional yang berlangsung di dalam negeri, seperti Asian Games 2018 serta pertemuan tahunan Bank Dunia.