Pendapatan Anjlok, Vale Rugi Rp 285 Miliar pada Kuartal I 2019
Perusahaan pertambangan nikel, Vale, membukukan kerugian US$ 20,16 juta atau sekitar Rp 285 miliar pada kuartal I 2019. Ini berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang mencatatkan laba US$ 6,84 juta. Vale rugi seiring pendapatan yang anjlok.
Berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit, pendapatan Vale tercatat sebesar US$ 126,4 juta, anjlok 25,86% dibandingkan periode sama tahun lalu. Penyebabnya, penjualan yang turun imbas volume produksi dan harga realisasi rata-rata nikel yang lebih rendah.
Produksi nikel dalam matte tercatat sebesar 13.080 metrik ton, turun 23,69% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Sedangkan penjualan nikel matte sebesar 13.867 metrik ton, turun 19,56% dibandingkan periode sama tahun lalu. Adapun harga rata-rata nikel tercatat sebesar US$ 9.117 per metrik ton, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 9.887 per metrik ton.
(Baca: Vale Pangkas Target Produksi Nikel Tahun ini)
Presiden Direktur Vale Nico Karter mengatakan, penurunan produksi nikel disebabkan kombinasi dua hal. “Aktivitas pemeliharaan yang telah direncanakan terkait dengan Larona Canal Relining dan masalah-masalah di tanur listrik 4 yang tidak terencana,” kata dia, seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (24/4).
Seiring permasalahan di tanur listrik 4, Vale merevisi turun target produksi nikel dan matte dari 73 ribu metrik ton, menjadi 71 ribu metrik ton tahun ini. “Tim operasi kami telah melakukan beberapa langkah dan memantau dengan cermat kondisi tanur untuk memastikan kami bisa melanjutkan operasi dengan aman,” kata Nico.
(Baca: Empat Perusahaan Tambang Wajib Divestasi Setelah Dua Bulan Dispensasi)
Seiring dengan penurunan produksi yang signifikan, beban pokok Vale tercatat mengalami penurunan. Beban pokok tercatat sebesar US$ 149,7 juta, turun 21% dibandingkan kuartal sebelumnya, atau turun 2,9% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Namun, beban pokok pendapatan per metrik ton nikel dalam matte tercatat meningkat 24% dibandingkan kuartal sebelumnya. Penyebabnya, sekitar 50% dari biaya produksi adalah biaya tetap.
Untuk mengendalikan biaya, perusahaan menjalankan program pengurangan biaya US$ 50 juta. Sepanjang kuartal I, realisasi penghematan dilaporkan sebesar US$ 3,7 juta. Ini di luar penghematan US$ 10,8 juta yang telah tercapai pada tahun lalu.