Ekspansi Gerai, Matahari Store Naikkan Belanja Modal Jadi Rp 1 Triliun
Emiten retail busana, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), naikkan alokasi belanja modal (capital expanditure/capex) tahun ini menjadi Rp 1 triliun, lebih tinggi 39% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 716 miliar. Dana tersebut sebagian akan digunakan untuk membangun gerai baru dan pusat distribusi di Jawa Barat.
Head of Investor Relation Matahari Department Store, Margareth Go mengatakan pada tahun ini perusahaan berencana membangun empat hingga enam gerai baru dengan luas 26 ribu meter per segi di sejumlah kota di Indonesia. Selain gerai baru, perusahaan juga akan merombak beberapa gerai agar lebih berorientasi lifestye.
Investasi penambahan gerai di luar marchendising diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$ 1,5 juta atau setara Rp 21 miliar.
(Baca: Lippo Tutup E-Commerce Mataharimall.com, Dilebur dengan Matahari.com)
Dengan tambahan gerai tersebut, secara total perusahaan akan mengoperasikan sekitar 166 unit gerai hingga akhir tahun dengan total luas area lebih dari 1 juta meter persegi.
Selain menambah gerai, perusahaan tahun ini juga berfokus merampungkan pembangunan pusat distribusi. Pada tahun lalu, perusahaan membeli tanah senilai Rp 299 miliar di Jawa Barat. Fasilitas baru ini diharapkan dapat beroperasi pada 2020."Seluruh belanja modal akan kami biayai dari internal perusahan," ujarnya dalam paparan publik di Jakarta, Jumat (26/4).
Dengan ekspansi yang perusahaan lakukan tahun ini, diharapkan bisa mendorong peningkatan kinerja perusahaan. Pada tahun lalu, Matahari membukukan penjualan kotor Rp 17,8 triliun, tumbuh 2,1% dibanding 2017 sebesar Rp 17,4 triliun.
Adapun laba bersih sebelum penurunan nilai investasi pada 2018 tercatat sebesar Rp 1,86 triliun, melemah 2,1% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 1,9 triliun. Sementara jika dengan penurunan nilai investasi, laba bersih perseroan anjlok hingga 42,5% menjadi Rp 1,09 triliun.
(Baca: Anak Usaha Grup Lippo dan Mitra Adiperkasa Gencar Cari Dana Eksternal)
"Untuk kinerja tahun ini, kami melihat bisnis retail masih cukup menantang. Namun diharapkan pertumbuhan rata-rata penjualan per gerai (same store sales growth/SSSG) perusahaan tetap berada di kisaran 3,5%," katanya.
Sejalan dengan kondisi industri yang menantang, perusahaan juga berecana menutup satu hingga dua unit gerai. Meski demikian, dia enggan menjelaskan mengenai lokasi penutupan dan menyatakan masih akan mengevaluasi kinerja gerai-gerai tersebut.
Fenomena penutupan gerai retail beberapa waktu terakhir cukup marak terjadi di Indonesia. Tercatat Hero Grup dan perusahaan retail asal Thailand Central Department Store menutup gerainya dengan alasan efisiensi.
(Baca: Alfamart Incar Pertumbuhan Penjualan 15% selama Ramadan dan Lebaran)
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) menilai efisiensi melalui penutupan merupakan hal yang wajar di lingkup industri retail untuk menjaga kelangsung bisnis perusahaan.
Salah satu alasan peretail menutup gerainya karena lokasi yang tidak menjanjikan. "Kalau tidak efisiensi, toko yang tidak sehat bakal mempengaruhi kepada toko yang sehat," kata Tutum di Jakarta, Rabu (16/1).
Selain itu, dia pun mengakui situasi ekonomi memang sedang lesu secara global dan domestik. Sehingga, perusahaan retail harus melakukan strategi yang tepat dalam menjalankan bisnis. Jika situasi membaik, perusahaan retail biasanya akan kembali membuka gerai baru. Menurutnya, pada 2018 sebanyak 400 unit tutup. Tetapi di sisi lain, penutupan itu juga diimbangi dengan pembukaan 500 unit gerai baru di lokasi yang berbeda.
Karenanya, Aprindo mengingatkan perusahaan retail supaya melakukan strategi yang lebih tepat untuk kelangsungan bisnis ke depan. Sebab, dengan pola konsumsi masyarakat yang berubah, peretail juga harus berdaptasi dan menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. "Harus ada usaha untuk penyesuaian metode dengan teknologi digital," katanya.