Jusuf Kalla Ajak Lawan Diskriminasi Sawit di KTT Tiongkok
Perlakuan diskriminatif Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit terus menjadi bahasan utama negara-negara produsennya, termasuk Indonesia. Karena itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengangkat diskriminasi sawit di Forum Kerja Sama Internasional Sabuk Maritim dan Jalur Sutra Baru. Belt and Road Forum (BRF) II ini diselenggarakan di Beijing, Tiongkok.
Diskriminasi sawit dipicu oleh The Delegated Act, aturan yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai sumber energi yang tidak berkelanjutan dan masuk dalam kategori indirect land use change (ILUC) yang berisiko tinggi. “Indonesia yang sekitar 16 juta warganya terlibat dalam perkebunan dan industri sawit terus menghadapi perlakuan diskriminatif,” kata Kalla pada sesi tiga Pertemuan Meja Bundar Para Pemimpin BRF, Sabtu (27/4).
Jusuf Kalla menyayangkan perlakuan diskriminatif itu mengatasnamakan isu sustainable palm oil. Padahal kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan dalam pencapaian cita-cita pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Kontribusi tersebut diperkuat data-data yang akurat. “Sayangnya, semua data tidak didengarkan. Diskriminasi terus dijalankan sehingga berpengaruh terhadap pencapaian SDGs Indonesia. Oleh karena itu, diskriminasi ini harus dilawan,” ujar Kalla dalam forum yang dihadiri sekitar 40 pemimpin negara/pemerintahan, termasuk Presiden Cina Xi Jinping -tuan rumah sekaligus penggagas BRF.
Menurut Kalla, tidak ada satu pun negara yang bisa mencapai SDGs sendiri tanpa sinergi dan kerja sama dengan negara lain, termasuk melalui BRF. Dan kerja sama ini harus bersifat national-drive, bukan donor atau loan-giver driven.
(Baca: Diskriminasi Sawit, Negara Produsen Sampaikan Keberatan ke Uni Eropa)
Kerja sama ini, Jusuf Kalla melanjutkan, juga harus mempertimbangkan inklusivitas agar Prakarsa Jalur Sutra dapat mensejahterakan setiap negara yang tergabung di dalamnya. Demikian pula dengan peran swasta harus lebih banyak dilibatkan. Dengan demikian, proyek kerja sama tidak terlalu mengandalkan pada utang pemerintah.
Selain mengumandangkan untuk melawan diskriminasi sawit, dalam forum tersebut, Kalla tetap mengingatkan pentingnya kelestarian lingkungan yang merupakan bagian integral dari pencapaian SDGs. Selain itu, yang lebih penting dalam kerja sama ini yakni kepemimpinan kolektif dan saling berbagi tanggung jawab. “Dunia akan melihat dan mencatat apakah janji dalam kerja sama Belt and Road ini benar-benar membawa keuntungan bagi semua,” katanya.