Krakatau Steel Merugi Rp 884,6 Miliar pada Kuartal I-2019
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$ 62,32 juta atau sekitar Rp 884,6 miliar. Kerugian ini meningkat dibanding periode sama tahun lalu, yang hanya US$ 4,86 juta atau sekitar Rp 69 miliar.
Emiten dengan kode KRAS ini pun masih mendalami penyebab meningkatnya kerugian pada tahun ini. Krakatau Steel menilai, salah satu penyebab kerugian adalah pendapatan bersih yang turun dari US$ 486,1 juta menjadi US$ 418,9 juta pada Kuartal I-2019.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, perusahaannya bakal terus menggenjot volume penjualan baja domestik. Perusahaan pun meningkatkan target ekspor produk baja tahun ini. "Indonesia saat ini dapat dengan leluasa mengekspor produk baja ke Malaysia," ujarnya dalam siaran pers, kemarin (30/4).
(Baca: Krakatau Steel Jual Anak Usaha untuk Selesaikan Utang Rp 31 Triliun)
Selain itu, Silmy menilai kondisi dan situasi pasar mulai kondusif dengan adanya peningkatan harga produk material baja di masing-masing negara. Namun, era proteksionisme global pada industri baja saat ini menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi.
Di satu sisi, ia menilai turunnya pendapatan merupakan efek dari volume penjualan yang tersungkur 11,97% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 529,1 ribu ton. Beberapa produk baja yang volume penjualannya turun seperti Cold Rolled Coil (CRC) 35,67% yoy menjadi 103,2 ribu ton dan Wire Rod 77,30% menjadi 8.644 ton. Padahal volume penjualan Hot Rolled Coil (HRC) naik 8,11% atau 355,5 ribu ton.
Selain volume penjualan, harga jual produk ikut turun. Harga HRC misalnya, turun 2,24% yoy menjadi US$ 643 per ton. Harga produk baja Wire Rod juga turun 3,14% yoy menjadi US$ 612 per ton. Namun, harga CRC meningkat 5,13% yoy menjadi US$ 739 per ton.
(Baca: Penjualan Naik, Krakatau Steel Tekan Kerugian jadi Rp 1 Triliun)
Laba kotor perusahaan juga turun dari US$ 66,7 juta menjadi hanya US$ 11,7 juta. Padahal, beban pokok pendapatan pada Kuartal I-2019 sudah turun dari US$ 419,3 juta menjadi US$ 407,2 juta. Krakatau Steel pun tidak menjelaskan rinci penyebab turunnya laba kotor.
Hanya saja, beban penjualan Krakatau Steel juga turun dari US$ 8,59 juta menjadi US$ 7,90 juta. Padahal, beban operasi lainnya naik cukup signifikan dari US$ 911 ribu menjadi US$ 5,36 juta pada periode ini.
Atas dasar kinerja tersebut, Krakatau Steel mengalami rugi operasi US$ 36,2 juta. Padahal, perusahaan ini mengantongi laba operasi US$ 21,2 juta pada tahun lalu. Penurunan kinerja operasi ini dipengaruhi oleh lebih tingginya biaya operasi selama periode berjalan.
(Baca: Direktur Tersangkut Korupsi, Krakatau Steel Fokus Pacu Target Produksi)
Pos dalam laporan keuangan Krakatau Steel lainnya yang menyebabkan rugi adalah selisih kurs. Pada Kuartal I-2018, perusahaan meraup laba dari selisih kurs hingga US$ 4,38 juta. Pada periode yang sama tahun ini, mereka mencatatkan rugi selisih kurs US$ 10,59 juta.
Aset Krakatau Steel juga menurun dari US$ 4,29 miliar menjadi US$ 4,16 miliar pada Kuartal I-2019. Total aset lancar perusahaan pun turun dari US$ 989,7 juta menjadi US$ 771,3 juta. Aset tidak lancar justru naik dari US$ 3,30 miliar menjadi US$ 3,39 miliar.
Liabilitas perusahaan sepanjang tiga bulan pertama 2019 berhasil ditekan dari US$ 2,49 miliar menjadi US$ 2,40 miliar. Penyebabnya, liabilitas jangka pendek Krakatau Steel turun dari US$ 1,59 miliar menjadi US$ 1,43 miliar. Meski liabilitas jangka panjang naik dari US$ 899,4 juta menjadi US$ 968,7 juta.
(Baca: Krakatau Steel Resmi Ganti Direktur yang Jadi Tersangka KPK )