Rudiantara Optimistis Sistem E-Voting Pemilu Bisa Berjalan pada 2029
Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara optimistis sistem pemungutan suara secara elektronik (e-voting) bisa dijalankan pada Pemilu 2029. Namun, sistem harus diuji coba untuk skala yang lebih kecil, misalnya saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Ia menjelaskan, berbagai percobaan diperlukan untuk memastikan kesiapan daerah, tidak hanya Jakarta. “Daerah-daerah yang tidak paham gunakan ponsel bagaimana? Jadi, itu harus bertahap,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (8/5).
Menurut dia, sistem e-voting mungkin saja diterapkan lebih cepat yaitu pada Pemilu 2024. Ini tergantung keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, ia lebih optimistis untuk penerapan sistem ini pada Pemilu 2029. Pertimbangannya, akses ke sistem yang sudah lebih siap.
(Baca: Mendagri Kembali Usulkan Penggunaan E-Voting untuk Pemilu)
Rencananya, sistem e-voting akan diintegrasikan dengan data registrasi kartu prabayar ponsel. Integrasi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi data identitas pengguna (autentification) melalui Mobile Subscriber Integrated Services Digital Network Number (MSISDN) atau nomor ponsel.
Maka itu, Rudiantara mengatakan, kementeriannya tengah fokus untuk memperbaiki sistem registrasi kartu prabayar ponsel. Sejauh ini, realisasi registrasi belum mencapai 100%. Artinya, masih ada nomor ponsel yang tidak diketahui Nomor Induk Kependudukan (NIK) pemiliknya.
Rudiantara mengatakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah mulai fokus untuk mengembangkan sistem e-voting. Badan tersebut mulai menggelar uji coba sistem dalam pemilihan kepala desa maupun bupati di beberapa daerah.
Sistem e-voting Bisa Diterapkan Lebih Cepat pada Pemilu 2024
BPPT memperkirakan bahwa Pemilu sudah bisa dilakukan secara elektronik pada 2024. Pemilu elektronik belum bisa dilakukan pada 2019 karena masih ada beberapa tantangan yang mesti diatasi. Tantangan itu di antaranya kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), penduduk, dan teknologi.
Dalam hal teknologi, BPPT sudah menyiapkan tanda tangan digital. BPPT juga sudah memeroleh sertifikat yang memungkinkan instansi ini mengeluarkan dan melakukan verifikasi tanda tangan digital atau disebut Certicate Authority (CA).
Tanda tangan digital BPPT ini sempat diujicobakan saat Pilkada 2018. Berdasarkan hasil evaluasi, tanda tangan digital memungkinkan dipakai pada Pilpres dan Pilkada.
(Baca: Pegiat Pemilu Menilai e-voting Tak Tepat Diterapkan untuk Pemilu)
"Itu memungkinkan karena pilihannya sedikit. Kalau pemilihan legislatif (pileg) kompleks sekali, pilihan ada banyak, kami sudah coba. Kami akan adjust ke sana," ujar Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) BPPT Eniya L Dewi di kantornya, akhir tahun lalu.
Awal Mei lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun telah mengusulkan penggunaan e-voting lebih cepat, yakni pada Pemilu 2024. Pihaknya telah mengirimkan tim ke India dan Korea Selatan untuk mempelajari sistem tersebut.
"India yang jumlah penduduknya hampir 1 miliar saja bisa (memakai e-voting)," kata dia di Jakarta, Selasa (7/5). Sistem ini diyakini bisa mempermudah proses Pemilu serentak, untuk memilih presiden dan wakil presiden serta pejabat legislatif, yang panjang dan rumit.
(Baca: Fenomena Kelelahan Petugas KPPS yang Berujung Kematian)
Dalam Pemilu 2019, penghitungan hasil pencoblosan rumit. Ini lantaran masyarakat harus memilih banyak nama. Proses itu semakin rumit di level KPU yang menggunakan 15 tahapan dalam penghitungan rekapitulasi suara hasil pencoblosan. Belum lagi, proses pendaftaran dan kampanye juga memakan waktu yang cukup lama.