Kisruh Laporan Keuangan Garuda, BEI Minta Masukan Ikatan Akuntan
Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mendalami laporan keuangan 2018 milik Garuda Indonesia yang saat ini menjadi polemik setelah dua komisarisnya menolak menandatangani laporan tersebut. Karena itu, pihak bursa bakal melakukan konsultasi dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan bahwa BEI tengah mendalami transaksi antara anak usaha Garuda, PT Citilink Indonesia, dengan PT Mahata Aero Teknologi yang berdurasi 15 tahun. Transaksi tersebut menjadi polemik karena Garuda telah mengakuinya sebagai pendapatan tahun buku 2018 walaupun belum menerima pembayaran sepeser pun dari Mahata.
Nyoman mengatakan, pengakuan tersebut berhubungan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. PSAK ini diterbikan oleh IAI. "Nah, PSAK 23 kan tidak berdiri sendiri. Kami akan diskusi dengan PSAK yang lain, apakah terkait dengan PSAK 1, terkait dengan framework-nya," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (10/5).
Sebelumnya, pihak Bursa juga telah meminta pendapat dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) terkait laporan keuangan tersebut. Namun, Nyoman enggan menjabarkan hasil pertemuan dengan IAPI dan meminta seluruh pihak agar bersabar menunggu keputusan yang diambil pihak bursa usai mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
(Baca: Empat Kondisi Garuda Masukkan Piutang dari Mahata ke Pendapatan 2018)
Menurut Nyoman, yang terpenting adalah bagaimana penguatan dari sisi standar pencatatan transaksi dalam laporan keuangan ke depannya. "Karena kan rujukannya standar. Yang paling penting adalah intensi manajemen pada saat proses pengakuan dari transaksi ini. Proses pendalaman masih berjalan," kata Nyoman.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Mardiasmo mengatakan, akan mengundang Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Dewan ini merupakan bagian dari badan kehormatan organisasi tersebut.
Mardiasmo mengatakan, Dewan Standar Akuntansi akan melakukan sidang untuk melihat secara detail kontrak dan transaksi dari kedua perusahaan tersebut. Setelah rapat Dewan Standar Akutansi selesai, baru mereka akan bertemu dengan Dewan Pimpinan Nasional IAI. "Tidak mungkin kalau Dewan Standar Akutansi hanya mendapat informasi dari koran," kata Mardiasmo kemarin.
(Baca: Kisruh Laporan Keuangan, Garuda Akui Belum Terima Bayaran dari Mahata)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengaku belum mempelajari kontrak antara Citilink dengan Mahata. Karena itu, OJK belum bisa menyimpulkan tindakan apa yang akan diberikan untuk Garuda terkait kisruh laporan keuangan 2018. "Kami belum pelajari dan belum ada kesimpulan. Tapi bukan berarti belum dilihat (kontraknya)," kata Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen.
Kisruh ini bermula ketika dua komisaris Garuda Indonesia, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria (per 24 April 2019, Dony sudah tidak menjabat sebagai Komisaris Garuda) menyoroti pencatatan akuntansi laporan keuangan perusahaan tahun buku 2018.
Keduanya menolak menandatangani laporan itu karena menurut mereka kerja sama Mahata sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan. Akibat diakuinya transaksi tersebut sebagai pendapatan, Garuda mampu membukukan laba bersih sekitar US$ 809 ribu atau sekitar Rp 11,5 miliar.
Garuda Indonesia dan Mahata menjalin kerja sama untuk penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan berupa Wi-Fi, pengelolaan In-Flight Entertaiment, dan manajamen konten. Grup Garuda telah menikmati layanan wifi ini di satu unit pesawat Citilink, sejak Desember 2018.