Analis: Peningkatan Daya Saing Harus Dibarengi Upaya untuk Ekspansi
Daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional semakin meningkat. Hal ini tercermin dari hasil IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019. WCY mencatat daya saing Indonesia meningkat, dari peringkat 43 ke peringkat 32.
Peningkatan ini disebut WCY sebagai lompatan tertinggi di Asia serta membuat Indonesia berada di atas negara-negara seperti India, Filipina, Turki, Afrika Selatan dan Brazil.
Kenaikan peringkat daya saing ini dipandang Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji tercapai berkat berbagai reformasi struktural dan ekonomi yang terus dilakukan pemerintah.
"Saya optimis peningkatan peringkat daya saing ini akan semakin menarik minat investor asing untuk masuk," ujar Nafan kepada Katadata, Senin (3/6).
Namun, Nafan memberi catatan agar kenaikan daya saing ini bisa semakin menarik perhatian investor asing untuk masuk ke Indonesia. Di bidang investasi, menurutnya pemerintah perlu membenahi regulasi guna meningkatkan foreign direct investment (FDI).
(Baca: Tumbuh Tertinggi di Asia, Peringkat Daya Saing RI Melesat ke Posisi 32)
Selain itu, pemerintah juga harus terus menjaga tingkat stabilitas fundamental makroekonomi domestik yang inklusif dan berkesinambungan.
Sektor swasta pun ia harapkan mampu menangkap momentum kenaikan peringkat daya saing ini untuk memperluas bisnis atau ekspansi dalam rangka meningkatkan kinerja perseroan dan menarik minat investor asing.
Peningkatan peringkat daya saing ini bisa dimanfaatkan industri Indonesia untuk semakin melebarkan sayap, apalagi kini tensi perang dagang AS-Tiongkok kian meninggi.
"Nah Indonesia dapat mengambil keuntungan lewat sektor industri, salah satunya industri tekstil. Industri tekstil Indonesia diyakini bisa meningkatkan orientasi ekspor ke AS. "Misalnya industri pakaian rajut, pakaian tenunan, dan alas kaki," kata Nafan.
Di sisi lain, Indonesia masih dinyatakan sebagai negara yang layak menerima Generalized System of Preferences (GSP) dari AS. GSP merupakan kebijakan untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang.
Kebijakan ini dinilai Nafan bisa dimanfaatkan Indonesia dalam perang dagang AS-Tiongkok, untuk masuk lebih dalam ke pasar AS.
(Baca: Berkah Investasi Besar di Balik Perang Dagang AS - Tiongkok)