Pertarungan Gugatan Pilpres 2019 di MK, Ini Poin-poin Pentingnya

Muchamad Nafi
19 Juni 2019, 07:55
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (ketiga kanan) bersama hakim konstitusi lainnya memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan m
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (ketiga kanan) bersama hakim konstitusi lainnya memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban termohon, pihak terkait dan Bawaslu.

Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi telah memasuki sidang kedua. Setelah Jumat (14/06/2019) pekan lalu kubu Prabowo Subianto – Sandiaga Uno membacakan permohonannya, Selasa kemarin giliran termohon yakni Komisi Pemilihan Umum menyampaikan jawaban, juga oleh Badan Pengawas Pemilu.

Selain itu ada penyampain pihak terkait yakni dari tim kuasa hukum Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Hari ini sejumlah saksi dari pihak pemohon akan hadir ke sidang MK untuk memberi pernyataan. Berikut ini sejumlah poin penting yang diperdebatkan selama masa-masa persidangan tersebut:

(Baca: MK Tolak Permintaan Penambahan Saksi oleh Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga)

1. Permohonan Pemungutan Suara Ulang 12 Daerah

  • Kuasa Hukum Prabowo

Dalam petitumnya, Prabowo-Sandiaga meminta pemungutan suara ulang di 12 provinsi. Wilayah tersebut di antaranya mencakup Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Kemudian, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.

Selain itu, Prabowo-Sandiaga berharap agar MK memerintahkan pemugutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia secara jujur dan adil. Prabowo-Sandiaga meminta pemungutan suara ulang dilakukan sesuai amanat dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

  • Kuasa Hukum Jokowi

Tim Kuasa Hukum Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menilai tuntutan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk pemungutan suara ulang di 12 provinsi sebagai permohonan yang "kabur". Sebab, tidak ada dalil yang menjelaskan mengapa permohonan tersebut harus dikabulkan Mahkamah Konstitusi.

Iwayan
Iwayan (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Lebih jauh, Anggota Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf I Wayan Sudirta mempertanyakan alasan kubu Prabowo yang tidak memohon pemungutan suara ulang di tujuh daerah lain yang turut dipersoalkan: Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Papua Barat, Aceh, dan Sumatera Barat.

2. Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres

  • Kuasa Hukum Prabowo

Dalam berkas gugatan yang dibacakan dalam sidang perdana pada Jumat (14/6), tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang diwakili Denny Indrayana mengatakan MK memiliki kewenangan menangani semua proses permasalahan Pemilu. Tidak hanya pada perselisihan jumlah suara, juga proses dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM).

Anggota kuasa hukum Prabowo, Teuku Abdullah, menyebutkan pandangan timnya sesuai dengan pendapat beberapa ahli. Meskipun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 membagi forum penyelesaian dugaan kecurangan secara bertahap, namun timnya menganggap pendekatan tersebut tidak tepat dan mengecilkan peran MK sebagai pengawal kontutusi.

BPN ke MK
BPN ke MK (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)
  • Kuasa Hukum Jokowi

Tim kuasa hukum Jokowi  dalam berkas jawabannya, yang dibacakan Yusril Ihza Mahendra, menilai kewenangan MK terbatas pada memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.  Hal ini tercantum dalam pasal 24 C ayat 1 UUD 1945.

(Baca: Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Sebut Dalil Prabowo Berbasis Bias Antipetahana)

Selanjutnya berdasarkan pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ditegaskan kembali bahwa kewenangan MK adalah menguji UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kata Yusril, dalam permohonan, tim Prabowo sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan pihak terkait. Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif yang tidak disertai bukti-bukti sah dan tidak terukur secara pasti dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...