Pertarungan Gugatan Pilpres 2019 di MK, Ini Poin-poin Pentingnya
Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi telah memasuki sidang kedua. Setelah Jumat (14/06/2019) pekan lalu kubu Prabowo Subianto – Sandiaga Uno membacakan permohonannya, Selasa kemarin giliran termohon yakni Komisi Pemilihan Umum menyampaikan jawaban, juga oleh Badan Pengawas Pemilu.
Selain itu ada penyampain pihak terkait yakni dari tim kuasa hukum Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Hari ini sejumlah saksi dari pihak pemohon akan hadir ke sidang MK untuk memberi pernyataan. Berikut ini sejumlah poin penting yang diperdebatkan selama masa-masa persidangan tersebut:
(Baca: MK Tolak Permintaan Penambahan Saksi oleh Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga)
1. Permohonan Pemungutan Suara Ulang 12 Daerah
- Kuasa Hukum Prabowo
Dalam petitumnya, Prabowo-Sandiaga meminta pemungutan suara ulang di 12 provinsi. Wilayah tersebut di antaranya mencakup Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Kemudian, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.
Selain itu, Prabowo-Sandiaga berharap agar MK memerintahkan pemugutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia secara jujur dan adil. Prabowo-Sandiaga meminta pemungutan suara ulang dilakukan sesuai amanat dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
- Kuasa Hukum Jokowi
Tim Kuasa Hukum Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menilai tuntutan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk pemungutan suara ulang di 12 provinsi sebagai permohonan yang "kabur". Sebab, tidak ada dalil yang menjelaskan mengapa permohonan tersebut harus dikabulkan Mahkamah Konstitusi.
Lebih jauh, Anggota Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf I Wayan Sudirta mempertanyakan alasan kubu Prabowo yang tidak memohon pemungutan suara ulang di tujuh daerah lain yang turut dipersoalkan: Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Papua Barat, Aceh, dan Sumatera Barat.
2. Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres
- Kuasa Hukum Prabowo
Dalam berkas gugatan yang dibacakan dalam sidang perdana pada Jumat (14/6), tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang diwakili Denny Indrayana mengatakan MK memiliki kewenangan menangani semua proses permasalahan Pemilu. Tidak hanya pada perselisihan jumlah suara, juga proses dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM).
Anggota kuasa hukum Prabowo, Teuku Abdullah, menyebutkan pandangan timnya sesuai dengan pendapat beberapa ahli. Meskipun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 membagi forum penyelesaian dugaan kecurangan secara bertahap, namun timnya menganggap pendekatan tersebut tidak tepat dan mengecilkan peran MK sebagai pengawal kontutusi.
- Kuasa Hukum Jokowi
Tim kuasa hukum Jokowi dalam berkas jawabannya, yang dibacakan Yusril Ihza Mahendra, menilai kewenangan MK terbatas pada memutus perselisihan tentang hasil Pemilu. Hal ini tercantum dalam pasal 24 C ayat 1 UUD 1945.
(Baca: Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Sebut Dalil Prabowo Berbasis Bias Antipetahana)
Selanjutnya berdasarkan pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ditegaskan kembali bahwa kewenangan MK adalah menguji UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kata Yusril, dalam permohonan, tim Prabowo sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan pihak terkait. Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif yang tidak disertai bukti-bukti sah dan tidak terukur secara pasti dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara.
3. Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Pilpres
- Kuasa Hukum KPU
Ketua Tim Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin menilai tudingan pasangan Prabowo dan Sandiaga atas bermasalahnya Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) karena gagal memahami kedudukan sistem ini. Situng KPU bukanlah sumber data rekapitulasi berjenjang yang menjadi dasar penghitungan suara resmi tingkat nasional. Situng hanyalah alat bantu berbasis teknologi informasi untuk mendukung akuntabilitas kinerja pelaksanaan Pemilu 2019.
Hal tersebut seperti ditegaskan dalam Keputusan KPU Nomor 536 Tahun 2019 tentang Petunjuk Penggunaan Situng Pemilu. “Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat, bentuk pelaksanaan prinsip penyelenggara pemilu yang jujur, adil, akuntabel, dan terbuka,” kata Ali.
- Kuasa Hukum Jokowi
Anggota Tim Kuasa Hukum Jokowi Wayan Sudirta menilai Prabowo salah jika mempersoalkan Situng KPU. Sebab, Situng merupakan sistem yang dibuat dalam rangka transparansi dan membuka peran serta masyarakat untuk memantau Pemilu.
Sedangkan sumber untuk penghitungan suara secara resmi berasal dari rekapitulasi berjenjang secara manual. “Tidaklah tepat jika Pemohon mempersoalkan Situng termohon seolah-oleh hasil Situng termohon merupakan hasil perolehan suara Pemilu yang resmi,” katanya
4. Netralitas Birokrasi, BUMN, APBN, dan Program Pemerintah
- Kuasa Hukum Prabowo
Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin sehingga hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 dianggap tidak sah secara hukum. Misalnya, dalam dugaan pelanggaran Pemilu oleh Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Garut, Jawa Barat yang dinilai tidak netral atau curang selama pemilu.