Harga Ayam Anjlok, Peternak Ditaksir Rugi Rp 700 Miliar per Bulan
Harga ayam di tingkat peternak anjlok jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) sejak beberapa waktu terakhir. Para peternak menaksir kondisi tersebut menyebabkan kerugian hingga Rp 700 miliar per bulan.
Sekjen Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi menyatakan, kelompok peternak mandiri kecil rata-rata memproduksi sekitar 14 juta per ekor ayam per minggu atau 20% dari total produksi nasional. Dari angka tersebut, dia mengkalkulasikan kerugian tadi. "Itu rugi yang ditanggung oleh seluruh peternak mandiri kecil," kata Sugeng Wahyudi, kepada Katadata.co.id. Selasa (25/6).
Hal senada disampaikan Ketua Harian Gopan Sigit Prabowo. Dengan anjloknya harga ayam saat ini, ada peternak yang merugi hingga Rp 15 ribu per ekor. "Harga di Solo saat ini sudah mencapai Rp 5 ribu per kilogram, sementara HPP Rp 18.500," kata dia.
(Baca: Mentan Tuding Harga Ayam Jatuh karena Mafia, Pengusaha Sebut Daya Beli)
Saat ini, total produksi ayam nasional mencapai 67 juta ekor per minggu. Sementara biaya produksi ayam untuk kandang tradisional Rp 18 - 19 ribu per kilogram, dan Rp 16.500 per kilogram untuk biaya produksi pada kandang modern sebesar.
Dengan jumlah produksi dan biaya yang tinggi, dia menilai jumlah ayam di tingkat peternak perlu ditekan. Sebab, dalam sepekan, jumlah ayam bisa menumpuk 2-3 juta ekor. "Dalam sebulan, paling tidak penumpukan mencapai 12 - 13 juta ekor," ujarnya.
Pengendalian Oversupply Ayam
Pemerintah tengah mencari cara mengatasi kelebihan pasokan ayam yang menyebabkan peternak tertekan. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahja Widayanti mengatakan harga ayam hidup (live bird) pada 23 Juni 2019, terutama di Pulau Jawa terus bergerak turun menjadi rata-rata Rp 9.883 per kilogram.
Penurunan dimulai sejak 30 Mei 2019 dari wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, lalu diikuti Jawa Barat pada 9 Juni 2019. Namun harga ayam di Jawa Barat relatif lebih baik dibandingkan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Berdasarkan informasi dari peternak mandiri maupun perusahaan perunggasan, penurunan harga disebabkan over supply di tingkat peternak," ujarnya.
Kementerian melakukan beberapa cara untuk mengendalikan harga. Pertama, meminta Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) untuk membeli karkas dari peternak.
(Baca: Harga Ayam Anjlok, Mentan: Setelah Mafia Beras, Mafia Ayam Kami Sikat)
Pembelian dilakukan sesuai harga acuan sebesar Rp 18.000 per kilogram seperti yang tercantum melalui Surat Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Nomor 130/PDN/SD/5/2019. Kementerian juga menerbitkan Surat Dirjen PDN Nomor 158/PDN/SD/6/2019, sebagai tindak lanjut hasil keputusan rapat koordinasi perunggasan di Solo.
Oleh karena itu, Kementerian menyarankan agar perusahaan integrator, peternak mandiri, maupun peternak UMKM untuk membagikan liver bird atau karkas kepada masyarakat yang membutuhkan. Pembagian karkas dengan menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Kedua, pemerintah juga berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian memangkas produksi anak ayam usia sehari (DOC FS) sekitar 30 %. "Tapi belum berpengaruh signifikan karena perlu waktu koordinasi antarpelaku," ujarnya.
(Baca: Kementan dan KPPU Perketat Awasi Kerja Sama Peternak dan Pengusaha)
Untuk mengawasi peredaran stok daging ayam ras, Kemendag juga melakukan pengawasan stok daging ayam ras di seluruh gudang pendingin (cold storage) milik anggota Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPHU) khususnya di Jawa.
Sementara terkait kemungkinan terjadinya penurunan permintaan di tingkat konsumen, Kemendag belum menerima informasi dari Dinas Perdagangan maupun dari instansi lainnya.